Review Pendidikan Tinggi dan Pencarian Jatidiri Bangsa serta Aplikasi Bisnis Internasional Berdasar Pancasila
Dalam hal kekuatan nasional suatu negara, dalam pandangan ilmu hubungan internasional realis, setiap negara memang harus memenuhi dan memeperjuangkan apa yang telah menjadi kepentingan nasionalnya. Negara harus pintar-pintar untuk membuat satu bentuk strategi yang kuat untuk mengelola kekuatan nasional yang mereka miliki demi tercapainya kepentingan nasional. Di dalam implementasinya, suatu negara pasti akan menemukan halangan yang akan dihadapi dan diperjuangkan. Halangan tersebut yang paling utama adalah halangan yang terjadi ketika kepentingan nasional suatu negara bertabrakan dengan kepentingan negara lain atau malah terjadi persaingan untuk mencapai kepentingan yang hampir sama. Untuk itu sebagai subjek dalam masyarakat dan perguruan tinggi, mengenal kekuatan nasional bangsa merupakan hal yang penting guna untuk menghadapi dan mengenal segala rintangan yang terjadi dalam melaksanakan atau mencapai kepentingan nasional. Menurut konsep realis, ada sembilan elemen kekuatan nasional yang ada di dalam suatu negara. kapasitas industri, persiapan militer, sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) sebagai kekuatan yang tangible. Karakter nasional, moral nasional, ideologi nasional, kualitas pemerintahan (quality of government) dan kualitas diplomasi (quality of diplomacy) yang erat hubungannya dengan nilai budaya masing-masing bangsa sebagai kekuatan yang intangible (Morgenthau, 1978: 150).
Dalam konteks bangsa Indonesia, SDM yang ada masih belum mengenal kekuatan nasional dari bangsa. Ini terbukti dari masih adanya banyak krisis yang terjadi di Indonesia terutama adalah krisis budaya dan ideology atau jati diri sebagai bangsa. Krisis budaya yang diikutidengan krisis ideology yang tidak memahami dan percaya pada nilai-nilai oancasila membuat keadaan semakin buruk. Bangsa Indonesia dengan ini bukan hanya mengalami krisis kepercayaan diri, namun juga, lebih parah lagi mengalami krisis kehilangan jati diri. Adanya nilai-nilai pengaruh asing yang masuk di salah pahami oleh baik itu pemerintah maupun masyarakat sehingga pada penerapannya dalam menjalankan pembangunan menjadi bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Krisis tersebut juga terjadi pada perguruan tinggi yang seharusnya bertanggung jawab terhadap IMTEK, IMTAQ dalam mengembangakan SDM yang kembali berideologi pancasila untuk membangun kekuatan dari segala elemen kekuatan nasional, dimasuki budaya-budaya asing yang bertentangan dengan pancasila. Hal ini membuat penerapan nilai-nilai pancasila di dalam proses pembelajaran jadi kurang diminati dan cenderung digantikan oleh ideology-ideologi amternatif lain yang mungkin dianggap lebih menarik dan tentunya bertentangan dengan pancasila. Sebagai filsafat dan ideology serta pedoman dasar bangsa Indonesia, Pancasila yang sebenarnya bisa digunakan sebagai pemikiran utama untuk mecari solusi atas segala permasalahan bangsa, namun tidak diperlakukan demikian, merupakan sumber utama terjadinya krisis multidimensional yang terjadi pada bangsa Indonesia.
Dalam hal ini peran kaum intelektual termasuk perguruan tinggi menjadi cukup vital, sejak jama dahulu, hingga saat ini, bangsa Indonesia selalu dipimpin dan dipengaruhi oleh kaum intelektual, sebut saja bung Karno dan bung Hatta, yang merupakan pemimpin Indonesia diawal kemerdekaan bangsa. Bangsa Indonesia dari dulu merupakan bangsa yang selalu belajar. Proses belajar inilah yang membuat saat ini Indonesia lebih maju dalam beberapa bidang. Dalam hal ini perguruan tinggi banyak ikut andil sebagai pembimbing kaum intelektual dari segala penjuru bangsa. Hal ini juga membuat terjadinya reformasi pada tahun 1999 yang digalangi oleh kaum intelektual dari segala perguruan tinggi. Namun pada beberapa tahun terkahir, sikap pesimis muncul. Kaum intelektual merasa skeptic dengan kemampuan legislative serta partai-partai politik untuk menyelesaikan permasalahan multidimensi yang terjadi. Ini jelas terjadi karena dari mereka pula lah krisis seperti KKN, dan korupsi sering terjadi. Untuk itu perlu adanya perguruan tinggi untuk membangun konsep pemerintahan yang lebih bersifat kekeluargaan sehingga menjadi lebih demokratis, efektif, efisien dan berjatidiri adalah meluruskan kembali pembangunan masyarakat Pancasila.
Bisnis Internasional dalam Kaidah Pancasila
Tidak dapat dipungkiri, dalam jaman yang semakin mengglobal, hubungan satu negara dengan negara lain tidak lagi terbatas pada permasalahan high politic namun telah berkembang sehingga permasalahan low politic juga menjadi isu penting. Salah satu isu low politic yang berkembang saat ini adalah bisnis internasional. Bisnis internasional merupakan bisnis yang kegiatannya masuk melewati batas-batas negara. Hal ini bukan hanya tentang perdagangan internasional namun juga termasuk industry jasa seperti pariwisata dan transportasi.[1] Ketika membicarakan mengenai apa itu Bisnis Internasional maka ada dua entitas yang akan dibahas yaitu perusahaan multidomestik atau perusahaan yang memiliki cabang multinegara, perusahaan global yang membakukan bidang fungsional pada tiap cabangnya dan kedua perusahan tersebut tercakup dalam satu pengertian sebagai perusahaan internasional[2]. Dalam kaitannya dengan pancasila, perusahaan multinasional yang menjalankan bisnis secara global tidak semestinya focus pada profit. Hal ini tentu semestinya diberlakukan dalam setiap perusahaan internasional yang masuk ke Indonesia. Pemerintah harus memastikan setiap perusahaan yang masuk dapat disesuaikan dengan jatidiri bangsa dan nilai-nilai ideology pancasila terutama dalam sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Krisis budaya yang terjadi di Indonesia saat ini juga tidak lepas dari pengaruh perusahaan luar yang masuk ke Indonesia. Bisnis Internasional berarti operasi-operasi dari satu organisasi yang dipadukan secara fungsionalnya dan bergerak di dalam domestic sebuah negara. Dalam hal ini berarti perusahaan harus dapat beradaptasi dengan iklim domestic di negara tujuan dan dalam hal ini pemerintah dari negara tujuan, dalam hal ini Indonesia, harus ikut andil dalam mengontrol perjalanan bisnis tiap perusahaan melalui aturan-aturan dari undang-undang yang berasaskan pancasila dan kesejahteraan bersama. Jangan sampai perusahaan multinasional menghapus jati diri bangsa seperti yang banyak terjadi di negara ini saat ini. Lihat saja jasa-jasa hiburan dan makanan atau fashion, dari beberapa tahun yang lalu, krisis budaya di Indonesia membuat masyarakat terutama muda-mudi menjadi merasa lebih keren jika menggunakan produk dari luar daripada dalam negeri yang dikatakan ketinggalan jaman. Menurut Donald A. Ball (2004), lingkungan domestic dan internasional adalah tidak dapat dikontrol oleh perusahaan karena berhubungan dengan pemerintah secara hukum dan politis yang dapat menghambat dan mempercepat proses perkembangan perusahaan. Jadi jelas adanya bahwa idealnya perusahaan internasional tidak menjadi alat untuk menghapus jati diri bangsa namun lebih menjadi alat untuk melakukan investasi untuk kesejahteraan bersama yang dikontrol kuat oleh pemerintah.
Referensi :
Artikel Ajar Triharso tentang Pendidikan Tinggi dan Pencarian Jatidiri Bangsa.
[1] Dari buku international Business : Tantangan Persaingan Global. 2004.hlm 8.
[2] Dari buku International Business : Tantangan PErsaingan Global. 2004.hlm 8-9.
Dalam hal kekuatan nasional suatu negara, dalam pandangan ilmu hubungan internasional realis, setiap negara memang harus memenuhi dan memeperjuangkan apa yang telah menjadi kepentingan nasionalnya. Negara harus pintar-pintar untuk membuat satu bentuk strategi yang kuat untuk mengelola kekuatan nasional yang mereka miliki demi tercapainya kepentingan nasional. Di dalam implementasinya, suatu negara pasti akan menemukan halangan yang akan dihadapi dan diperjuangkan. Halangan tersebut yang paling utama adalah halangan yang terjadi ketika kepentingan nasional suatu negara bertabrakan dengan kepentingan negara lain atau malah terjadi persaingan untuk mencapai kepentingan yang hampir sama. Untuk itu sebagai subjek dalam masyarakat dan perguruan tinggi, mengenal kekuatan nasional bangsa merupakan hal yang penting guna untuk menghadapi dan mengenal segala rintangan yang terjadi dalam melaksanakan atau mencapai kepentingan nasional. Menurut konsep realis, ada sembilan elemen kekuatan nasional yang ada di dalam suatu negara. kapasitas industri, persiapan militer, sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) sebagai kekuatan yang tangible. Karakter nasional, moral nasional, ideologi nasional, kualitas pemerintahan (quality of government) dan kualitas diplomasi (quality of diplomacy) yang erat hubungannya dengan nilai budaya masing-masing bangsa sebagai kekuatan yang intangible (Morgenthau, 1978: 150).
Dalam konteks bangsa Indonesia, SDM yang ada masih belum mengenal kekuatan nasional dari bangsa. Ini terbukti dari masih adanya banyak krisis yang terjadi di Indonesia terutama adalah krisis budaya dan ideology atau jati diri sebagai bangsa. Krisis budaya yang diikutidengan krisis ideology yang tidak memahami dan percaya pada nilai-nilai oancasila membuat keadaan semakin buruk. Bangsa Indonesia dengan ini bukan hanya mengalami krisis kepercayaan diri, namun juga, lebih parah lagi mengalami krisis kehilangan jati diri. Adanya nilai-nilai pengaruh asing yang masuk di salah pahami oleh baik itu pemerintah maupun masyarakat sehingga pada penerapannya dalam menjalankan pembangunan menjadi bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Krisis tersebut juga terjadi pada perguruan tinggi yang seharusnya bertanggung jawab terhadap IMTEK, IMTAQ dalam mengembangakan SDM yang kembali berideologi pancasila untuk membangun kekuatan dari segala elemen kekuatan nasional, dimasuki budaya-budaya asing yang bertentangan dengan pancasila. Hal ini membuat penerapan nilai-nilai pancasila di dalam proses pembelajaran jadi kurang diminati dan cenderung digantikan oleh ideology-ideologi amternatif lain yang mungkin dianggap lebih menarik dan tentunya bertentangan dengan pancasila. Sebagai filsafat dan ideology serta pedoman dasar bangsa Indonesia, Pancasila yang sebenarnya bisa digunakan sebagai pemikiran utama untuk mecari solusi atas segala permasalahan bangsa, namun tidak diperlakukan demikian, merupakan sumber utama terjadinya krisis multidimensional yang terjadi pada bangsa Indonesia.
Dalam hal ini peran kaum intelektual termasuk perguruan tinggi menjadi cukup vital, sejak jama dahulu, hingga saat ini, bangsa Indonesia selalu dipimpin dan dipengaruhi oleh kaum intelektual, sebut saja bung Karno dan bung Hatta, yang merupakan pemimpin Indonesia diawal kemerdekaan bangsa. Bangsa Indonesia dari dulu merupakan bangsa yang selalu belajar. Proses belajar inilah yang membuat saat ini Indonesia lebih maju dalam beberapa bidang. Dalam hal ini perguruan tinggi banyak ikut andil sebagai pembimbing kaum intelektual dari segala penjuru bangsa. Hal ini juga membuat terjadinya reformasi pada tahun 1999 yang digalangi oleh kaum intelektual dari segala perguruan tinggi. Namun pada beberapa tahun terkahir, sikap pesimis muncul. Kaum intelektual merasa skeptic dengan kemampuan legislative serta partai-partai politik untuk menyelesaikan permasalahan multidimensi yang terjadi. Ini jelas terjadi karena dari mereka pula lah krisis seperti KKN, dan korupsi sering terjadi. Untuk itu perlu adanya perguruan tinggi untuk membangun konsep pemerintahan yang lebih bersifat kekeluargaan sehingga menjadi lebih demokratis, efektif, efisien dan berjatidiri adalah meluruskan kembali pembangunan masyarakat Pancasila.
Bisnis Internasional dalam Kaidah Pancasila
Tidak dapat dipungkiri, dalam jaman yang semakin mengglobal, hubungan satu negara dengan negara lain tidak lagi terbatas pada permasalahan high politic namun telah berkembang sehingga permasalahan low politic juga menjadi isu penting. Salah satu isu low politic yang berkembang saat ini adalah bisnis internasional. Bisnis internasional merupakan bisnis yang kegiatannya masuk melewati batas-batas negara. Hal ini bukan hanya tentang perdagangan internasional namun juga termasuk industry jasa seperti pariwisata dan transportasi.[1] Ketika membicarakan mengenai apa itu Bisnis Internasional maka ada dua entitas yang akan dibahas yaitu perusahaan multidomestik atau perusahaan yang memiliki cabang multinegara, perusahaan global yang membakukan bidang fungsional pada tiap cabangnya dan kedua perusahan tersebut tercakup dalam satu pengertian sebagai perusahaan internasional[2]. Dalam kaitannya dengan pancasila, perusahaan multinasional yang menjalankan bisnis secara global tidak semestinya focus pada profit. Hal ini tentu semestinya diberlakukan dalam setiap perusahaan internasional yang masuk ke Indonesia. Pemerintah harus memastikan setiap perusahaan yang masuk dapat disesuaikan dengan jatidiri bangsa dan nilai-nilai ideology pancasila terutama dalam sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Krisis budaya yang terjadi di Indonesia saat ini juga tidak lepas dari pengaruh perusahaan luar yang masuk ke Indonesia. Bisnis Internasional berarti operasi-operasi dari satu organisasi yang dipadukan secara fungsionalnya dan bergerak di dalam domestic sebuah negara. Dalam hal ini berarti perusahaan harus dapat beradaptasi dengan iklim domestic di negara tujuan dan dalam hal ini pemerintah dari negara tujuan, dalam hal ini Indonesia, harus ikut andil dalam mengontrol perjalanan bisnis tiap perusahaan melalui aturan-aturan dari undang-undang yang berasaskan pancasila dan kesejahteraan bersama. Jangan sampai perusahaan multinasional menghapus jati diri bangsa seperti yang banyak terjadi di negara ini saat ini. Lihat saja jasa-jasa hiburan dan makanan atau fashion, dari beberapa tahun yang lalu, krisis budaya di Indonesia membuat masyarakat terutama muda-mudi menjadi merasa lebih keren jika menggunakan produk dari luar daripada dalam negeri yang dikatakan ketinggalan jaman. Menurut Donald A. Ball (2004), lingkungan domestic dan internasional adalah tidak dapat dikontrol oleh perusahaan karena berhubungan dengan pemerintah secara hukum dan politis yang dapat menghambat dan mempercepat proses perkembangan perusahaan. Jadi jelas adanya bahwa idealnya perusahaan internasional tidak menjadi alat untuk menghapus jati diri bangsa namun lebih menjadi alat untuk melakukan investasi untuk kesejahteraan bersama yang dikontrol kuat oleh pemerintah.
Referensi :
Artikel Ajar Triharso tentang Pendidikan Tinggi dan Pencarian Jatidiri Bangsa.
[1] Dari buku international Business : Tantangan Persaingan Global. 2004.hlm 8.
[2] Dari buku International Business : Tantangan PErsaingan Global. 2004.hlm 8-9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar