Greetings

LET'S GET CRAZY WITH THIS BLOG



Kamis, 13 Mei 2010

Determinan dalam Proses Pembuatan Kebijakan Negara


Dalam beberapa minggu terakhir, ketika ada isu presiden Amerika Serikat, Barrack Hussein Obama, mengatakan ingin mengunjungi Indonesia pada bulan Juni mendatang, tidak hanya masyarakat Indonesia, namun juga masyarakat global memberikan respon atas rencana kunjungan ini. Banyak terjadi pro dan kontra atas rencana kedatangan Obama ke Indonesia. Beberapa mengatakan bahwa ini akan menjadi misi yang terselubung bagi Amerika untuk memperkuat pengaruhnya ke Indonesia, namun beberapa lagi mengatakan bahwa hal ini merupakan nilai kemajuan bagi bangsa karena sudah eksistensinya dalam hal ekonomi dan demokrasi telah diakui oleh Internasional. Lalu akan menjadi satu pertanyaan seberapa jauh politik Indonesia saat ini memberikan pengaruh atau signifikansi terhadap apa yang akan menjadi kebijakan di Negara lain? Pada tulisan ini, penulis tidak bermaksud untuk menjawab pertanyaan diatas secara normatif dan teoretis namun akan lebih kepada penjelasan struktural mengenai pemahaman akan kebijakan luar negeri serta determinan yang berpengaruh dalam proses pembuatannya.
Seperti yang jelas dipahami secara umum, bahwa kebijakan merupakan suatu alat yang digunakan suatu negara untuk mendapatkan, memperjuangkan, dan mempertahankan apa yang menjadi tujuan nasional negara tersebut. Seperti yang ditulis oleh K.J Holsti, beliau menuliskan apa yang menjadi kriteria dalam tujuan kebijakan luar negeri antara lain nilai utama yang menjadi tujuan para pembuat kebijakan atau keputusan, ketentuan mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai kepentingan atau tujuan yang ditetapkan serta tuntutan yang diajukan kepada negara lain dalam suatu kebijakan. Disini terlihat bahwa kompleksitas pembuatan kebijakan sangat tinggi. Si pembuat kebijakan wajib untuk memperhatikan banyak aspek sebelum kebijakan benar-benar akan diputuskan.
Dalam pembuatan suatu kebijakan, menurut apa yang ditulis Howard Lentner, ada dua determinan dasar yang akan sangat mempengaruhi dasar atau input. Dua determinan tersebut ialah determinan dalam negeri dan determinan luar negeri atau system internasional. Dua hal ini menjadi variable penting yang sangat harus dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan dalam satu proses pembuatan kebijakan. Determinan dalam negeri ialah determinan yang mengacu pada apa saja aspek, isu, dan hal-hal yang terdapat di dalam suatu negara. Determinan dalam negeri bisa juga merupakan aktor-aktor yang berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan. Jadi bukan hanya kondisi nasional saja yang dapat member pengaruh kepada pembuatan kebijakan tetapi juga adanya faktor aktor pun dapat dikatakan determinan dalam negeri yang juga akan berpengaruh kuat.
Beberapa aktor yang berperan dalam menjalankan suatu keputusan atau kebijakan yang dapat juga dikategorikan ke dalam kategori determinan dalam negeri seperti yang ditulis oleh Lentner ialah aktor individu (Ideosinkretik), grup atau kelompok, sistem birokrasi negara dan sistem nasional.
Yang pertama adalah aktor individu atau ideosinkretis. Penjelasan mengenai pengaruh individu terhadap suatu proses pembuatan kebijakan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai pandangan, persepsi, psikologis, dan karakteristik dari individu tersebut. Profil dari seorang pembuat kebijakan menjadi hal utama yang akan mempengaruhi bagaimana Individu memandang dan merespon suatu situasi tertentu. Individu yang berlatar belakang militer pastilah akan sangat berbeda dalam memandang suatu isu dengan individu yang berlatar belakang pengusaha. Individu yang berideologi nasionalis misalnya akan lebih bersifat memperkuat citra negaranya dengan mendukung penuh negaranya agar tidak terpengaruh dengan negara lainnya. Berbeda dengan individu yang berlatarbelakang liberal kapitalis yang tentunya akan menerima banyak pengaruh dari luar dalam hal apapun untuk memajukan negaranya. Selain itu faktor budaya juga akan berpengaruh terhadap cara pembuatan kebijakan atau keputusan seperti misalnya perbedaan Soeharto dan Habibie dalam melakukan pemgambilan keputusan. Soeharto yang berlatar belakang Jawa akan lebih kalem dalam hal mengambil keputusan sedangkan Habibie yang bukan orang berbudaya Jawa tampak lebih simple dalam pengambil keputusan atau kebijakan. Memang benar bahwa ada kemungkinan besar factor individu ideo-sinkretik lebih bersifat pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat pragmatis.
Kedua ialah aktor kelompok atau grup. Ketika membicarakan mengenai politik dan kelompok, dapat dipahami jika sumber dari keputusan politik juga sangat dipengaruhi oleh kelompok dalam struktur masyarakat. Kelompok seringkali mewakili masyarakat karena kedekatannya dengan beberapa struktur masyarakat dan juga keanggotaannya yang terdiri dari beberapa kelas sosial. Inilah mengapa kelompok menjadi variable yang mempengaruhi kebijakan suatu Negara dan seringkali mencangkup aspek-aspek sosial, ekonomi dan latar belakang sejarah tertentu. Kelompok juga merupakan kumpulan dari kedinamisan opini publik yang mencangkup norma dan nilai tertentu. Sedangkan yang ketiga ialah birokrasi. Birokrasi bisa juga dikatakan sebagai struktur pemerintahan dan proses kerjanya serta pengaruhnya terhadap kebijakan yang diambil. Urusan birokrasi ialah urusan pemerintah negara, dalam hal ini negaralah yang menjadi kunci utama dalam semua proses pembuatan kebijakan. Dalam birokrasi, pemerintah didampingi oleh institusi - institusi lain seperti halnya lembaga militer, lembaga social, lembaga ekonomi dan institusi lainnya. Dapat dikatakan bahwa birokrasi ialah interaksi yang terjadi antara institusi yang berkenan. Dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik antara birokrasi dan kebijakan yang mana birokrasi mempengaruhi proses pengambilan dan pembuatan kebijakan serta kebijakan itu sendiri akan bersifat melindungi pertumbuhan birokrasi dalam menanamkan pengaruhnya ke dalam proses pembuatan kebijakan.
Yang terakhir adalah system nasional yang mana hal ini mencangkup banyak aspek dari atribut nasional seperti luas wilayah, kondisi letak geografis, iklim, sumber daya, demografi dan juga peran dan posisi nasional di kancah internasional. Letak geografis dan kondisinya dalam satu negara sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang akan dibuat. Seperti contoh, negara yang luas wilayahnya kecil akan lebih mudah dalam melakukan pertahanan daripada wilayah yang luas. Selain itu wilayah negara yang bersifat kepulauan otomatis wajib memperkuat angkatan lautnya daripada negara yang wilayah lautnya sempit. Sedangkan negara yang memiliki sumber daya yang kaya akan cenderung lebih melakukan ekspor daripada negara dengan sumber daya yang rendah. Selain itu faktor ideologi negara juga termasuk dalam cangkupan atribut nasional dalam sistem nasional juga akan mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat. Seperti halnya Cina pada masa perang dingin. Cina yang berideologi komunis cenderung lebih berada di pihak Rusia dan kebijakan yang diambil juga akan mirip dengan apa yang dilakukan Rusia daripada AS yang berideologi liberal
Selain determinan dalam negeri seperti yang dijelaskan diatas, ada juga determinan luar negeri yang juga berpengaruh besar dalam proses pengambilan kebijakan. Determinan luar negeri, menurut apa yang ditulis oleh Lentner dibagi lagi menjadi dua yaitu sistem internasional atau global dan situasi internasional. Sistem internasional misalnya, terdiri dari faktor – factor eksternal negara yang akhirnya menjadi struktur dalam lingkup internasional. Sebagai contoh sistem internasional pada masa perang dingin yang bersifat bipolar. Pada sistem ini negara- negara masih menganut konsep Balance of Power yang mana setiap negara akan berusaha mengimbangi dua superpower pada waktu itu yaitu Uni Soviet dan Amerika. Sistem internasional atau system global ini juga meliputi semua kebijakan yang negara lain keluarkan karena kebijakan negara lain pun dapat memberikan stimulus terhadap politik negara yang dipelajari dan bagaimana implikasinya terhadap kebijakan yang akan dibuat oleh negara. Para teoritisi hubungan internasional berasumsi bahwa kebijakan dan juga politik luar negeri adalah sekumpulan respon terhadap tantangan eksternal. Mereka memandang hal ini sebagai alat untuk mencapai tujuan negara yang didefinisikan secara rasional dan bertindak melalui pemerintahannya. Tujuan tersebut berkaitan dengan kepentingan nasional suatu negara di mana kondisi umum mutlak dipelihara (perdamaian dan stabilitas internasional).
Situasi internasional pun sangat erat kaitannya dengan sistem internasional. Sistem internasional member pengaruh cukup signifikan terhadap situasi internasional yang sedang terjadi. Situasi internasional sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang bersifat tiba-tiba (yang biasanya merupakan isu-isu baru) yang terjadi dalam sistem internasional. Situasi internasional berubah begitu cepat dan sangat menjadi pertimbangan bagi tiap –tiap pembuat keputusan atau kebijakan dalam negara. Ini dimaksudkan agar kebijakan yang dibuat masih bersifat kompatibel dengan isu yang sedang berkembang pada masa itu. Ambil saja contoh isu War on Terrorism yang memunculkan doktrin Bush pada awal decade 2000an yang lalu. Pernyataan Bush “ Either you are with us or you are with terrorist” membuat setiap negara berpikir dua kali untuk merumuskan kebijakan pertahanannya. Amerika terkesan tidak main-main dalam upaya pemberantasan teroris dan menuntut tiap negara untuk ikut bersamanya jika tidak ingin dianggap berada di pihak teroris. Sehingga otomatis kebijakan negara-negara mayoritas berpihak pada AS karena situasi ini.
Sebagai negara yang berkembang, kebijakan Indonesia memang banyak dipengaruhi kebijakan yang dibuat oleh AS. Akhir-akhir ini Indonesia terkesan lebih dekat dengan AS karena adanya aspek neoliberal dalam beberapa sektor di Indonesia meski intensitasnya masih dibatasi oleh Pancasila dan UUD 1945. Namun apakah sebaliknya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Indonesia memiliki pengaruh terhadap AS? Secara teoretis maka jawabannya adalah iya mengingat bahwa kebijakan luar negeri merupakan bentuk aksi dan reaksi. Akan tetapi secara fakta memang tidak dapat dipungkiri bahwa keputusan yang diambil oleh Indonesia tidak selalu membawa signifikansi besar ke dalam politik AS dan ini juga berlaku pada negara yang bisa dikatakan powerless lain. Apapun yang terjadi, yang jelas hubungan antara Indonesia dan AS akan berjalan secara mutualisme apabila ada signifikansi maksimal antara individu, kelompok dan juga birokrasi negara terhadap sistem global dalam mendukung implementasi kebijakan Indonesia dengan AS. Tidak hanya dengan AS, ini juga berlaku untuk hubungan dengan negara lainnya.

Referensi :
Couloumbis, Theodore dan James H.Wolfe. 1999.Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power. Jakarta : Putra A Bardin.
Perwita, Anak A.B . 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rosenau, James.1976. World Politics: An Introduction. New York : The Free Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar