Greetings

LET'S GET CRAZY WITH THIS BLOG



Kamis, 30 September 2010

The Definition of War

For each people in this world, war is not something desirable and expectable. This is certainly due to the many victims that will fall. Whether it is from civil society or environments. The economical ruin and the degradation of human nature will be the other concerned in the matter of the outcomes of war. But the other side, in the anarchy international system, war is also the path to emerge peace and determine in the how the nation will survive.[1]
In order to have more understanding about what war is, better to see the definition of war itself. From Von Clausewitz, he define that war is a large scale duel. War is a way to compel the enemy to do what we want. War is a use of physical forces to make the opponent incapable in the future[2]. So that, as a common, war is a way to make the opponent will do what we order to do by the use of force. The aim is for getting something or to defend something. It can be sovereignty, territory, or maybe natural resources.
In the Cold War era, war is rather different in its implementation. At that time, the definition of war could be a proxy war, nuclear war, spy war, or ideological war. Cold war is the term to describe the international relation that developed primarily by the existence of two major power US and USSR after the World War II era.[3] There are a lot of things happened during this period of time. The definition of war in the cold war era was not only bordered by the use of physical force though it still happen like in Korean War or Vietnam War called Proxy War. The other dimension of war emerged. Both of US and USSR who never fought before came to fight each other for their beliefs. US with its liberal ideology and USSR with communism. It is what the international community called as an ideological war. This ideological war entailed the occurance of other dimension of war. The Spy War, and the most concern and worrying issue of the growth of mass destruction weapon called nuclear which was caused the Nuclear War in Cuba was the other definition of war in the Cold War era.
After the cold war, US was become the single major power. The definition of war comes to the other different. The soft political issues such as environment, economy or natural resources was being more concerned than ideological matters. In that so, the aim of war also changing. Literally, when we define the definition of war is still the same as its common definition as a use of force to compel others in certain aim. But practically, the cause of war itself is more develop. Some geopolitics experts said that the world concern is now in geo-economy aspect such an oil that define as natural resources. So that when we try to define what war is in the era of post cold war, we define natural resources as a main cause of war. For example the tension in middle east between US and Iraq in the matter of searching mass destructing weapon and later occupied the oil field in middle east. The other is the tension in Spratly Islands in Asia by China, Filipina, and other state in a claim of Spratly ownership that later known that the islands consist of rich natural resources such as oil and gas. Beside the geo-economy matters, the definition of war after cold war is never going out from the terrorism. Start in 2001 by the Bush’s Doctrine, world become more concern in the war against terrorism (WoT).
When we ask about whether war is the end of the beginning of conflicts, here I try to use two IR perspective to explain this matter. As what realist says, war is the way to achieve peace. Since the Peloponesian War, we could see long conflicts could happened without a resolution because of war is never happen[4]. When the USSR lost from US in Cold War, there were many conflicts stopped. There is not anymore nuclear competition, not anymore Berlin Wall, and Proxy War. So that in a view of realist, when there is an open war emerge and one of the actor lose, means the conflicts is over. But when there is no war or a war without any side lose, the conflicts will still open wide such as in Korea Peninsula. In a contrast, liberalist see that war is the way to emerge a new conflicts, the conflicts will only end when the actors have a willing to take a sit together and have some dialogs or make other interaction that can be seen as a cooperation.
[1] From S.Tzu in his book titled The Art of War. pp.1. 2001.
[2] More explanation about this definition can be seen in V.C.Clausewitz’s “On War” pp.13
[3] Definition from www.historylearningsite.co.uk.
[4] Dari Levy S, Jack, 2002, Peace and War, dalam Carlnaes, W, Risse, T, & Simmons A, Handbook of Internasional Relations, Sage Publications, London.
Riset dan Metodologi
Dalam tugas pertama pada mata kuliah analisa hubungan internasional ini, bahan kajian utama yang menjadi topik kuliah dan diskusi kelas ialah mengenai riset dan metodologi. Di dalam disiplin ilmu hubungan internasional sendiri jika dibandingkan dengan disiplin ilmu sosial lainnya dapat dikatakan merupakan disiplin ilmu yang masih relatif baru dan mampu berkembang begitu cepat seiring dengan cepatnya laju perkembangan dunia. Oleh karena itulah riset dan metodologi dalam kajian analisa hubungan internasional selalu ikut berkembang dari waktu ke waktu sehingga memunculkan banyak konsep dan teori-teori baru yang dapat dipelajari dan berpengaruh terhadap sistem internasional yang ada.
Untuk lebih memahami bagaimana dan apa riset serta metodologi yang ada dalam analisa hubungan internasional, pada kuliah pertama ditawarkan beberapa kerangka pertanyaan yang harus dijawab guna mempermudah dan sebagai pedoman awal dalam pemahaman yang akan diberikan lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain: Apa itu riset dan metodologi? Mengapa riset harus dilakukan? Mengapa metodologi itu diperlukan dalam sebuah riset? Apa saja tipe serta unsur yang ada di dalam riset? dan bagaimana memilih topic untuk riset?.
Pertanyaan yang pertama adalah apa yang dimaksud riset dan metodologi. Secara umum, apabila kita mendengarkan dan membaca kata riset, maka satu hal yang pasti akan muncul dalam benak pikiran kita adalah suatu penelitian. Namun penelitian yang bagaimana? Kita bisa saja memberikan definisi terhadap apa arti kata riset sesuai dengan pemikiran kita akan tetapi disini diperlukan satu pengertian yang bersifat normatif dan ilmiah terhadap apa itu arti kata riset. Riset merupakan satu hal yang bisa dikatakan paten dan harus ada di dalam satu penelitian. Dapat dikatakan juga riset merupakan satu tahap awal untuk membentuk pengetahuan baru. Salah satu contoh definisi apa itu riset juga diungkapkan oleh Proboyekti sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengumpulkan data lalu dianalisa dan diterjemahkan secara sistematis untuk menambah pengetahuan dari satu fenomena menarik di sekitar kita.[1]
Satu definisi lain yang hampir sama dengan definisi riset oleh Proboyekti diatas mengatakan bahwa riset merupakan satu proses penelitian yang akurat dan sistematis dalam proses yang formal dan digunakan untuk menemukan jawaban atas satu masalah serta menerjemahkan satu hubungan baru[2]. Dalam beberapa definisi pengertian dari beberapa ilmuwan terhadap apa itu riset dapat dipahami bahwa riset merupakan satu titik awal untuk membuat satu penelitian ilmiah baru yang nantinya akan menjawab beberapa pertanyaan dengan akurat dan sistematis.[3]
Dalam satu penelitian yang baik dibutuhkan suatu riset yang baik dan dalam satu riset yang baik pasti juga dibutuhkan suatu metodologi yang baik pula. Metodologi digunakan untuk mengawali dan menjalankan satu riset. Untuk itu diperlukan satu bentuk pemikiran yang strategis terhadap penggunaan satu metodologi. Jika penggunaan metodologi tepat, maka metodologi dapat digunakan sebagai alat penyangga atau pondasi utama sebuah riset agar riset yang dilakukan tetap berada dalam jalur yang benar. Metodologi juga dapat dipandang sebagai logika kajian penalaran yang tepat. Metodologi merupakan satu bagian epistemologis untuk mengkaji urutan langkah yang digunakan di dalam riset agar pengetahuan yang di dapat mampu memenuhi kriteria ilmiah. Dalam hal ini Herbert juga memberikan satu definisi ilmiah mengenai apa itu metodologi. Bagi Herbert, metodologi merupakan suatu keterangan dari menjabarkan satu hal dari prinsip-prinsip yang ada[4] sedangkan Stammler mendefinisikan sedikit berbeda. Stammler menyatakan bahwa metodologi merupakan aturan-aturan yang dengan hal itu bahan pengetahuan dan kehendak pandangan yang utuh dinilai secara mendasar[5]. Dari sedikit uraian diatas maka dapat dipahami bahwa metodologi merupakan satu bentuk panduan prosedur untuk mencapai sebuah bentuk analisa dan kesimpulan dalam sebuah riset sehingga metodologi dapat dikatakan sebagai bagian yang fundamental terhadap satu riset untuk menghasilkan pengetahuan baru yang bersifat ilmiah.
Jika kita membicarakan mengenai riset dan membaca sedikit uraian diatas maka akan terbesit dibenak kita sebenarnya apa tujuan dilakukan riset. Di penjelasan sebelumnya, tujuan riset telah sedikit dibahas secara eksplisit sebagai cara untuk mencari solusi atau jawaban atas masalah yang terjadi di sekitar kita. Namun apakah tujuan riset hanya terbatas hingga disitu saja? Jawabannya tidak juga. Setidaknya ada empat tujuan utama kenapa kita harus melakukan riset. Empat tujuan tersebut adalah tujuan eksploratif, verifikatif, developmental, dan penulisan karya ilmiah.
Untuk tujuan eksploratif, riset digunakan untuk mencari dan menemukan adanya hal atau hubungan yang baru mengenai satu subjek tertentu. Seperti halnya pencarian terhadap satu konsep atau teori baru dalam suatu sistem tertentu. Tujuan kedua ialah tujuan verifikatif yaitu dimana riset digunakan untuk membuktikan atau mencari kebenaran atas suatu teori. Disinilah kemungkinan akan muncul teori-teori kritis yang nantinya mempertanyakan kebenaran teori utama. Lalu tujuan ketiga adalah tujuan pengembangan atau developmental. Disini riset berguna untuk mengembangkan atau menyempurnakan sesuatu pengetahuan yang telah ada. Tujuan terakhir adalah untuk alat penulisan ilmiah seperti tesis ataupun skripsi. Tujuan-tujuan riset diatas tentu akan lebih meningkatkan pemahaman akan betapa pentingnya sebuah riset dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat dan dinamis terutama untuk perkembangan analisa ilmu dan teori-teori dalam kajian hubungan internasional.
Selain tujuan riset, dalam melakukan suatu riset, sangat penting untuk juga memahami jenis masalah apa yang akan diteliti dan riset yang bagaimana yang harus dilakukan agar sesuai dengan tipe masalah yang akan menjadi topic utama penelitian. Ini dilakukan agar peneliti dapat memahami jenis masalah dan mendapat jalan keluar yang benar serta sistematis dan sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu disini terdapat beberapa tipe riset yang nantinya dapat dipilih untuk disesuaikan dengan fenomena masalah yang akan dikerjakan. Tipe pertama adalah analisis yang digunakan untuk mencari tahu sebab-akibat, hubungan serta kebenaran dibalik suatu permasalahan. Tipe kedua adalah riset komparasi yang tentunya untuk mencari tingkat persamaan dan perbedaan atas dua permasalahan yang sejenis namun tidak sama. Tipe yang terakhir adalah argumentasi yang mana digunakan untuk menempatkan diri pada satu posisi setuju ataupun tidak setuju terhadap satu analisa berdasarkan analisa baru serta bukti-bukti yang kuat, logis dan dapat diterima. Selain menentukan tipe riset apa yang akan dilakukan, perlu juga diketahui unsur-unsur sistematis yang harus ada di dalam setiap riset. Unsur-unsur ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan lebih sistematis dan lebih tertata secara urut sehingga dapat memudahkan untuk menganalisa serta menentukan hasil akhir dari riset nantinya. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah tinjauan dan cangkupan penelitian yang berguna sebagai batas dalam penelitian agar penelitian lebih focus dan tidak menyimpang dari topic awal. Lalu ada juga latar belakang serta rumusan permasalahan [6]untuk mengetahui bagaimana awal mula masalah itu terjadi dan merumuskan inti dari permasalahan tersebut yang akan dicari solusi serta jawabannya. Ketiga terdapat tinjauan pustaka yang mana berisikan suatu peninjauan kembali suatu pustaka seperti laporan atau penelitian sebelumnya tentang masalah yang berkaitan meskipun tidak harus identik namun masih ada kaitannya atau bersifat collateral yang berfungsi sebagai salah satu bagian yang nantinya akan membuat penelitian jadi lebih bisa dipertanggungjawabkan. Seoerti apa yang ditulis oleh Leedy (1997) bahwa semakin banyak peneliti yang mengetahui tulisan yang dilakukan sebelumnya yang tentunya berkaitan maka semakin dapat dipertanggungjawabkan penelitian terhadap suatu masalah yang dihadapi. Landasan teori ialah teori yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisa dan hipotesis yang akan diambil. Lalu ada hipotesis yaitu menurut Good dan Scates (1954) hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya. Kerlinger (1973) menyatakan hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variabel.[7]Hipotesis tidak akan seterusnya benar karena hanyalah merupakan jawaban sementara yang nantinya akan diuji lagi dengan menambahkan teori serta analisa mendalam untuk menentukan jawaban yang paling akurat. Disini bisa jadi sebuah hipotesis akan difalsifikasi atau dibenarkan. Terakhir adalah daftar pustaka yang merupakan susunan dari sumber-sumber berupa buku ataupun artikel-artikel penting yang telah membantu memberi referensi pada riset yang dilakukan yang biasanya disusun sedemikian rupa secara urut abjad.
Setelah memahami apa itu riset serta apa saja unsure serta tipe riset itu, maka masih ada pertanyaan dasar yang terkadang membingungkan para peneliti yang akan melakukan riset yaitu pemilihan topik riset. Di dalam bukunya, Lester menjelaskan bahwa ada beberapa cara untuk menentukan topik riset. Cara-cara tersebut diantaranya: Free Writing yaitu kita dapat secara bebas menuliskan apa yang ada di pikiran asalkan berkaitan dengan tema tanpa peduli mengenai tata bahasa dan dari tulisan-tulisan tersebut dipilih yang terbaik dan diteruskan menjadi satu riset. Clustering yang mana diawali dengan menentukan tema besar di tengah (sebagai pusat) kertas lalu ditarik beberapa garis keluar untuk membuat beberapa anak tema yang kemudia dipilih yang paling spesifik dan digunakan sebagai tema riset. Pada intinya dalam membuat suatu riset, perlu bagi kita untuk mengetahui dasar-dasar permasalahan yang akan diteliti serta bagaimana dan dengan apa kita akan meneliti permasalahan tersebut.[8] Tanpa memahami hal ini maka penelitian tidak akan berjalan dengan baik dan akan diragukan keilmiahannya.

Daftar Pustaka :
Blaster,L and Christina Huge and Maleom Thight.2006. How to Research 2nd ed. Open University Press : Brekshele, England.
Herbart, Johann Friedrich.nd. Einleitungin die Philosophie.sl
Lester.nd.Finding a Topic no.2.sl
Proboyekti, U.2009. Apa Itu Research, Riset atau Penelitian?. Teknik Informatika dan Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Kristen Duta Wacana. (diakses pada 24 September 2010).
Waltz dan Bausell dalam penelitian skripsi,tesis, dan analisis definisi penelitian ilmiah (diakses pada 24 September 2010).



[1] Dari U.Proboyekti dalam satu artikel onlinenya yang berjudul “Apa itu Research, Riset atau Penelitian” dari Teknik Informatika dan Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Kristen Duta Wacana.
[2] Dari Waltz dan Bausell dalam penelitian skripsi,tesis,dan analisis definisi penelitian ilmiah.
[3] Pengertian lain juga diungkapkan oleh beberapa ilmuwan seperti Berkner (1985) yang secara lebih tegas mengungkapkan bahwa riset adalah usaha secara ilmiah untuk mendapatkan dan memperluas ilmu yang telah dimiliki dan National Science Foundation (1956) sebagai usaha pencarian secara sistematik dan mendalam untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang sempurna tentang satu subyek pembelajaran.
[4] Untuk lebih lengkapnya, penjelasan dapat dibaca di Johann Friedrich Herbart (1776-1841) Einleitungin die Philosophie, psl. 13
[5] Lebih jelas di dalam karya Rudolf Stammler (1856-1938) Lehre vom richtigen Recht, 349
[6] Disinilah muncul research question yang harus dijawab sebagai jawaban utama penelitian
[7]Dari Moh.Nazir,ph. D. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta: 2003, hal 151

[8] Untuk uraian lebih lengkap dapat dibaca dalam Lester, Finding a Topic, no 2, hlm 10-31.
Mengenal Organisasi Internasional : Definisi dan Kajian Sejarah
Konsep organisasi internasional adalah konsep yang pada dasarnya sudah lama lahir dan memiliki posisi yang cukup kompleks dalam kajian politik dunia. Beberapa organisasi internasional sudah mulai bermunculan sejak abad ke-19. Diawali dengan diselenggarakannya konferensi Wina pada 1915 yang menjadi titik awal munculnya organisasi internasional, konferensi yang membahas tentang aturan-aturan diplomasi ini secara tidak langsung membangung cara-cara yang bisa diterima untuk mengatur sistem perdamaian serta hubungan antar negara di antara negara-negara di Eropa. Sejak saat itu, masyarakat mulai berpikir bahwa suatu hubungan yang baik sangat diperlukan untuk diwujudkan untuk mencapai suatu bentuk perdamaian. Namun sebelum membahas lebih jauh mengenai sejarah dari organisasi internasional, alangkah baiknya jika kita dapat memaknai terlebih dahulu apa itu arti kata organisasi internasional dan filosofis apa yang terkandung di dalamnya.
Di dalam salah satu artikelnya tentang organisasi internasional, Clive Archer mencoba untuk mendefinisikan arti dari organisasi internasional dengan membaginya menjadi dua kata yaitu “organisasi” dan “internasional”.[1] Kedua kata ini seringkali menjadi ambiguitas dalam pemaknaannya. Tidak hanya bagi pemula yang baru saja memahami tentang hubungan internasional, beberapa penulis pun juga seringkali melakukan hal yang kurang tepat dalam mengartikan kedua kata ini. Kata pertama adalah kata “internasional”. Dari apa yang dijelaskan oleh Archer mengenai arti kata Internasional, maka dapat dijelaskan bahwa kata “internasional” adalah kata umum yang membawahi beberapa kata lagi di dalamnya. Pada awal mula penggunaannya kata “internasional” membawahi kata “interstate” atau “intergovernmental” . Kedua kata ini mewakili kata internasional untuk menjelaskan suatu bentuk interaksi yang dilakukan oleh beberapa wakil dari beberapa pemerintahan seperti diplomasi, pembuatan perjanjian dan juga perang. Namun pada perkembangannya, Archer menjelaskan, bahwa kata “internasional” mengalami perluasan makna sehingga akhirnya tercipta dua kata baru yaitu “transnational” dan “transgovernmental”. Perluasan makna ini terjadi karena muncul beberapa aktor baru yang juga berperan dalam sistem internasional seperti actor individu, organisasi dan grup-grup kepentingan. Relasi yang terjadi antar dua atau lebih negara yang tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintahan disebut dengan “transnational” sedangkan hubungan antara satu perwakilan negara dengan perwakilan negara yang sama di negara yang berbeda disebut “transgovernmental”[2].
Kata kedua adalah “organisasi” yang sering disamakan dengan institusi. Kedua hal ini memang serupa namun tidak sama. Menurut definisi dari Duverger, Institusi merupakan struktur yang bersifat kolektif yang muncul atas dasar tradisi dan hukum dan institusi merupakan salah satu bentuk dari sebuah organisasi. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa institusi ialah bentuk konkrit dari suatu organisasi dan bersifat lebih detail. Organisasi sendiri merupakan suatu himpunan dari orang-orang yang memiliki makna dan tujuan tertentu[3]. Setelah memahami arti dari setiap kata maka saat ini kita bisa saja mendefinisikan secara bebas apa itu organisasi internasional. Saya sendiri mendeskripsikannya sebagai satu bentuk formal hubungan antar negara baik itu bersifat politis ataupun tidak yang muncul karena adanya satu bentuk keinginan bekerjasama dari para anggotanya atas dasar tujuan yang sama[4].
Setelah memahami definisi dari organisasi internasional, muncul satu pertanyaan, sebenarnya kapan organisasi internasional itu muncul dan kenapa mereka ada? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita mengkaji sejarah dari organisasi internasional itu sendiri. Seperti yang tertulis diawal paragraph, organisasi internasional itu muncul karena efek dari diadakannya konferensi Wina pada tahun 1815. Konferensi ini menjadi titik awal munculnya kesadaran masyarakat dunia untuk melakukan kerjasama yang lebih teregulasi demi menciptakan perdamaian di dunia[5]. Setelah konferensi ini dilaksanakan, beberapa organisasi seperti International Telegraphic Union (1865) dan Universal Postal Union (1874) bermunculan. Masyarakat mulai memahami pentingnya hubungan baik antar negara untuk mencegah terjadinya perang dan membangun relasi demi peningkatan kesejahteraan bersama. Dari sini satu pertanyaan lagi muncul, negara adalah konsep lama yang sudah muncul sejak era Westphalia 1648 namun kenapa kesadaran untuk membuat organisasi baru muncul sekitar dua abad setelahnya? Disini sekali lagi Inis Claude membuat empat prekondisi sebagai syarat munculnya organisasi internasional. Pertama adalah adanya negara-negara yang berperan sebagai unit-unit politik yang independen, adanya ukuran yang lebih substansial terhadap bagaimana kontak harus dilakukan oleh tiap negara, munculnya rasa kesadaran atas masalah yang timbul karena eksistensi sebuah negara, dan yang terakhir adalah adanya aturan-aturan yang diakui bersama untuk mengatur tata cara berinteraksi satu sama lain[6].
Sebelum abad ke-19, aturan-aturan tentang hubungan antar negara masih belum ada, sehingga meskipun negara itu sendiri telah ada, mereka masih belum memiliki kesadaran akan pentingnya melakukan kerjasama. Saya pribadi sependapat dengan prekondisi yang diberikan oleh Claude. Kesadaran untuk bekerjasama memang belum muncul dan berkembang pada masa abad sebelum abad ke-19. Jika dikaitkan dengan munculnya penemuan baru dibidang komunikasi maka dapat disimpulkan bahwa pesatnya perkembangan telekomunikasi tersebut membuat adanya keinginan untuk menggunakan perangkat komunikasi tersebut secara kolektif untuk kesejahteraan bersama. Mudahnya, kondisi internasional pada masa sebelum abad ke-19 dapat dikatakan masih belum stabil. Ini terlihat dari beberapa fakta yang terjadi seperti maraknya kolonialisasi dan imperialisme. Negara masih seringkali melakukan perang untuk mempertahankan dan memperluas wilayah mereka. Hingga puncak awalnya pada tahun 1919, dunia seakan tersentak keras setelah terjadi perang dunia pertama. Perjanjian Versailles menjadi landasan utama bagi organisasi internasional untuk terus berkembang. Pada masa-masa ini, masyarakat dunia merasa shock dengan kehancuran yang terjadi akibat perang, sehingga kelahiran organisasi-organisasi lebih didasari pada aspek keamanan dan perdamaian internasional sehingga terbentuklah Liga Bangsa-Bangsa yang merangkul setiap bangsa di dunia untuk hidup damai dan berdampingan. Terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa ini menandai adanya iklim stabil bagi organisasi internasional untuk terus berkembang pesat. Tidak lama setelah LBB terbentuk sebagai induk dari organisasi internasional saat itu, LBB membawahi beberapa organisasi lain seperti ILO, dan beberapa organisasi lama non pemerintah seperti International Telegraphic Union (ITU) dan beberapa organisasi sosial lainnya[7]. Memang benar bahwa pada masa-masa ini focus pada tujuan perdamaian dan pencegahan perang melalui kebijakan collective security, disarmament dan perjanjian perdamaian yang diterapkan dalam LBB, bukan berarti permasalahan ekonomi dan sosial dilupakan. LBB membuat kebijakan untuk menyediakan koordinasi untuk usaha perekonomian yang sempat hancur serta adanya organisasi seperti ILO yang mencangkup masalah sosial buruh dan Red Cross.
Pada tahun 1939, Liga Bangsa-Bangsa banyak ditinggal oleh anggotanya, ini disebabkan karena Liga dianggap tidak berhasil mencegah timbulnya perang dunia kedua. Pada masa itu sekali lagi dunia dikejutkan oleh peperangan besar yaitu perang dunia kedua. Akibat terjadinya perang ini, sekali lagi bangsa-bangsa di dunia mulai berpikir untuk mendirikan organisasi baru yang lebih kuat dari LBB dan pada 24 Oktober 1945, PBB didirikan sebagai organisasi keamanan dunia yang mengacu pada AS, Uni Soviet, Inggris dan Cina sebagai polisi dunia. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh LBB terlebih dahulu dalam bertanggung jawab terhadap keamanan dunia.
Pada era setelah perang dunia usai, PBB semakin diminati karena dirasa lebih dapat dipercaya untuk menjaga perdamaian di dunia. Hal ini tentu membuka lahan baru bagi organisasi internasional baru untuk tumbuh kembali. Ditambah lagi dengan munculnya negara-negara baru membuat organisasi yang lahir semakin variatif seperti halnya NATO dan Pakta Warsawa yang merupakan organisasi yang terbentuk atas persamaan ideology dan GATT,EFTA,IBRD yang juga muncul beriringan setelah perjanjian Bretton Woods dan terfokus pada permasalan ekonomi. Perkembangan organisasi internasional pun hingga saat ini masih terus berlanjut dengan diwarnai organisasi-organisasi baru yang bersifat non-pemerintah yang bekerja pada satu atau beberapa isu tertentu.
Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi internasional itu tidak akan muncul tanpa adanya kesadaran untuk bekerjasama. Selain itu tanpa adanya satu bentuk pemerintahan, organisasi internasional juga tidak akan bisa muncul karena keberadaan suatu negaralah yang sebenarnya menimbulkan banyak permasalahan yang kemudian harus dicari solusinya bersama-sama demi kesejahteraan bersama.
Dengan pesatnya perkembangan zaman dan teknologi maka semakin cepat pula perkembangan organisasi internasional. Meluasnya relasi antar negara yang ada di dunia menimbulkan kesulitan-kesulitan tersendiri. Hubungan menjadi lebih kompleks dan rawan konflik. Sehingga agaknya sedikit tidak mungkin apabila dalam pengaturannya, permasalahan semacam ini dapat diselesaikan hanya melalui perjanjian-perjanjian diplomatik yang bersifat konvensional. Perlu adanya upaya pelestarian perdamaian dan pencegahan terhadap konflik yang harus tetap dilakukan. Oleh karena itu, selama negara-negara di dunia masih berinteraksi satu sama lain, berbagi permasalahan, dan memutuskan untuk menganggap bahwa masalah bersama itu ada maka organisasi internasional akan terus berkembang.

Referensi
Clive, Archer. 1992. International Organization. London : Routledge.
http://www.un.org/aboutun/history.htm diakses pada 24 September 2010
[1] Dari buku Clive Archer yang berjudul International Organization, hlm.1 yang diterbitkan tahun 1992.
[2] Penjelasan lebih rinci bisa di dapat di buku International Organization karya Clive Archer tahun 1992.
[3] Definisi menurut kamus besar Bahasa Indonesia
[4] Beberapa definisi lain juga diungkapkan oleh beberapa ilmuwan seperti Inis Claude yang mengatakan bahwa organisasi internasional adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa aspek representative dan telah berjalan dalam satu fase waktu tertentu.
[5] Konferensi Wina membicarakan tentang aturan-aturan dalam melakukan hubungan antar negara khususnya diplomasi demi menjaga perdamaian di kawasan Eropa pada waktu itu.
[6] Diambil dari kutipan Inis Claude (1964:17) dalam buku International Organization oleh Clive Archer. Hlm.5
[7] Diambil dari Clive Archer, International Organization. Hlm, 18-20. 1992.
Review Pendidikan Tinggi dan Pencarian Jatidiri Bangsa serta Aplikasi Bisnis Internasional Berdasar Pancasila
Dalam hal kekuatan nasional suatu negara, dalam pandangan ilmu hubungan internasional realis, setiap negara memang harus memenuhi dan memeperjuangkan apa yang telah menjadi kepentingan nasionalnya. Negara harus pintar-pintar untuk membuat satu bentuk strategi yang kuat untuk mengelola kekuatan nasional yang mereka miliki demi tercapainya kepentingan nasional. Di dalam implementasinya, suatu negara pasti akan menemukan halangan yang akan dihadapi dan diperjuangkan. Halangan tersebut yang paling utama adalah halangan yang terjadi ketika kepentingan nasional suatu negara bertabrakan dengan kepentingan negara lain atau malah terjadi persaingan untuk mencapai kepentingan yang hampir sama. Untuk itu sebagai subjek dalam masyarakat dan perguruan tinggi, mengenal kekuatan nasional bangsa merupakan hal yang penting guna untuk menghadapi dan mengenal segala rintangan yang terjadi dalam melaksanakan atau mencapai kepentingan nasional. Menurut konsep realis, ada sembilan elemen kekuatan nasional yang ada di dalam suatu negara. kapasitas industri, persiapan militer, sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) sebagai kekuatan yang tangible. Karakter nasional, moral nasional, ideologi nasional, kualitas pemerintahan (quality of government) dan kualitas diplomasi (quality of diplomacy) yang erat hubungannya dengan nilai budaya masing-masing bangsa sebagai kekuatan yang intangible (Morgenthau, 1978: 150).
Dalam konteks bangsa Indonesia, SDM yang ada masih belum mengenal kekuatan nasional dari bangsa. Ini terbukti dari masih adanya banyak krisis yang terjadi di Indonesia terutama adalah krisis budaya dan ideology atau jati diri sebagai bangsa. Krisis budaya yang diikutidengan krisis ideology yang tidak memahami dan percaya pada nilai-nilai oancasila membuat keadaan semakin buruk. Bangsa Indonesia dengan ini bukan hanya mengalami krisis kepercayaan diri, namun juga, lebih parah lagi mengalami krisis kehilangan jati diri. Adanya nilai-nilai pengaruh asing yang masuk di salah pahami oleh baik itu pemerintah maupun masyarakat sehingga pada penerapannya dalam menjalankan pembangunan menjadi bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Krisis tersebut juga terjadi pada perguruan tinggi yang seharusnya bertanggung jawab terhadap IMTEK, IMTAQ dalam mengembangakan SDM yang kembali berideologi pancasila untuk membangun kekuatan dari segala elemen kekuatan nasional, dimasuki budaya-budaya asing yang bertentangan dengan pancasila. Hal ini membuat penerapan nilai-nilai pancasila di dalam proses pembelajaran jadi kurang diminati dan cenderung digantikan oleh ideology-ideologi amternatif lain yang mungkin dianggap lebih menarik dan tentunya bertentangan dengan pancasila. Sebagai filsafat dan ideology serta pedoman dasar bangsa Indonesia, Pancasila yang sebenarnya bisa digunakan sebagai pemikiran utama untuk mecari solusi atas segala permasalahan bangsa, namun tidak diperlakukan demikian, merupakan sumber utama terjadinya krisis multidimensional yang terjadi pada bangsa Indonesia.
Dalam hal ini peran kaum intelektual termasuk perguruan tinggi menjadi cukup vital, sejak jama dahulu, hingga saat ini, bangsa Indonesia selalu dipimpin dan dipengaruhi oleh kaum intelektual, sebut saja bung Karno dan bung Hatta, yang merupakan pemimpin Indonesia diawal kemerdekaan bangsa. Bangsa Indonesia dari dulu merupakan bangsa yang selalu belajar. Proses belajar inilah yang membuat saat ini Indonesia lebih maju dalam beberapa bidang. Dalam hal ini perguruan tinggi banyak ikut andil sebagai pembimbing kaum intelektual dari segala penjuru bangsa. Hal ini juga membuat terjadinya reformasi pada tahun 1999 yang digalangi oleh kaum intelektual dari segala perguruan tinggi. Namun pada beberapa tahun terkahir, sikap pesimis muncul. Kaum intelektual merasa skeptic dengan kemampuan legislative serta partai-partai politik untuk menyelesaikan permasalahan multidimensi yang terjadi. Ini jelas terjadi karena dari mereka pula lah krisis seperti KKN, dan korupsi sering terjadi. Untuk itu perlu adanya perguruan tinggi untuk membangun konsep pemerintahan yang lebih bersifat kekeluargaan sehingga menjadi lebih demokratis, efektif, efisien dan berjatidiri adalah meluruskan kembali pembangunan masyarakat Pancasila.
Bisnis Internasional dalam Kaidah Pancasila
Tidak dapat dipungkiri, dalam jaman yang semakin mengglobal, hubungan satu negara dengan negara lain tidak lagi terbatas pada permasalahan high politic namun telah berkembang sehingga permasalahan low politic juga menjadi isu penting. Salah satu isu low politic yang berkembang saat ini adalah bisnis internasional. Bisnis internasional merupakan bisnis yang kegiatannya masuk melewati batas-batas negara. Hal ini bukan hanya tentang perdagangan internasional namun juga termasuk industry jasa seperti pariwisata dan transportasi.[1] Ketika membicarakan mengenai apa itu Bisnis Internasional maka ada dua entitas yang akan dibahas yaitu perusahaan multidomestik atau perusahaan yang memiliki cabang multinegara, perusahaan global yang membakukan bidang fungsional pada tiap cabangnya dan kedua perusahan tersebut tercakup dalam satu pengertian sebagai perusahaan internasional[2]. Dalam kaitannya dengan pancasila, perusahaan multinasional yang menjalankan bisnis secara global tidak semestinya focus pada profit. Hal ini tentu semestinya diberlakukan dalam setiap perusahaan internasional yang masuk ke Indonesia. Pemerintah harus memastikan setiap perusahaan yang masuk dapat disesuaikan dengan jatidiri bangsa dan nilai-nilai ideology pancasila terutama dalam sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Krisis budaya yang terjadi di Indonesia saat ini juga tidak lepas dari pengaruh perusahaan luar yang masuk ke Indonesia. Bisnis Internasional berarti operasi-operasi dari satu organisasi yang dipadukan secara fungsionalnya dan bergerak di dalam domestic sebuah negara. Dalam hal ini berarti perusahaan harus dapat beradaptasi dengan iklim domestic di negara tujuan dan dalam hal ini pemerintah dari negara tujuan, dalam hal ini Indonesia, harus ikut andil dalam mengontrol perjalanan bisnis tiap perusahaan melalui aturan-aturan dari undang-undang yang berasaskan pancasila dan kesejahteraan bersama. Jangan sampai perusahaan multinasional menghapus jati diri bangsa seperti yang banyak terjadi di negara ini saat ini. Lihat saja jasa-jasa hiburan dan makanan atau fashion, dari beberapa tahun yang lalu, krisis budaya di Indonesia membuat masyarakat terutama muda-mudi menjadi merasa lebih keren jika menggunakan produk dari luar daripada dalam negeri yang dikatakan ketinggalan jaman. Menurut Donald A. Ball (2004), lingkungan domestic dan internasional adalah tidak dapat dikontrol oleh perusahaan karena berhubungan dengan pemerintah secara hukum dan politis yang dapat menghambat dan mempercepat proses perkembangan perusahaan. Jadi jelas adanya bahwa idealnya perusahaan internasional tidak menjadi alat untuk menghapus jati diri bangsa namun lebih menjadi alat untuk melakukan investasi untuk kesejahteraan bersama yang dikontrol kuat oleh pemerintah.
Referensi :
Artikel Ajar Triharso tentang Pendidikan Tinggi dan Pencarian Jatidiri Bangsa.

[1] Dari buku international Business : Tantangan Persaingan Global. 2004.hlm 8.
[2] Dari buku International Business : Tantangan PErsaingan Global. 2004.hlm 8-9.
Understanding Southern Pacific Region: Micronesia, Polynesia and Melanesia
As an International Relation scholar, we would say we have known that there are some regions that give big influences to the international system, such as Europe, Asia, America, or even Africa. Those regions have a very wide history, crisis, or tragedy that lending a hand in a history of the world civilization whether by its politic, economy, or cultural aspect. But beside of that, there is one region that not really has an influence in the world politics. It is Oceania or also known as Southern Pacific. In this review, an overview about the territorial condition in the Southern Pacific will be explained. About the regions, the history and the cultural and population also will be elaborated.
Southern Pacific as a whole is located somewhere in between three big continents : Asia, America, and Australia. It is more than 30 million square kilometers wide territory[1] placed in the middle of Asia, America and Australia[2]. This territory have large amount of watery area which has the comparison of 54 seas against 1 land. As a whole, the climate of this region is very unstable,. In this area, there are many resultant wind patterns so that it is possible tropical cyclones or hurricane may form from June to October [3]. Because of a tropical area, some area in the southern pacific where has high temperature of weather such as Solomon Island. In the other side, Fiji, Guam, and Samoa has warmer weather because of the high tension of rainfall that makes high humidity.
There are almost thousands islands in this region but with different culture and peoples. According to some geographical expert, this region is separated into three cultural areas : Micronesia, Polynesia, and Melanesia. In Micronesia, the first ancestors that settled was over 4000 years ago in Caroline Island. At that time, the political system still a decentralized chieftain based system which later evolved to a more principle centralized system whether in economical and religion aspects based in Yap Island and Pohnpei Island. In the post of Versailles Treaty until following World War II, The United Nation took a part of this islands as a United States administration of United Nation Trust Territory of the Pacific Islands[4].
Micronesia means many of small islands which is located in the north of the equator. The political units that inside this territory are Federated States of Micronesia including Yap, Truk Pohnpei and Kosrae which has total land area 702 square kilometers. Others are North Mariana, Marshall archipelago that include Bikini, Eniwetak and Kwajelain Island. There are also Belau Republic, and Kiribati. The most important islands in this region is Guam which has been an US Marine Base in Pacific Ocean.
In demographic condition, Southern Pacific islands are a fertile soil, almost every flora and fauna that grow in Asia have the similarities with what have grown in there. The peoples that live in the Micronesia try to cultivating copra, bananas, and palm trees. There are about 414.086 peoples who settled in that area according to 1991 population census. Those numbers are sporadic in growth. In 1991 there are about 144,928 peoples who live in Guam, 107.662 in Federation States of Micronesia, 71.137 in Kiribati and the rest are outspreading in Nauru, Northern Mariana and Palau[5]. From those number, Micronesia has a very satisfied rate of literacy. From the data that given by CIA in the year of 1980, either man or women already read and write in the age over 15 years old. From 89% over the population already read and write with ratio 91% of men and 89% of women. Most of them speak in English though there were many natives languages such as Yapese, Kosrean and Chuukese. In fact to avoid the cultural conflicts, because of the large varieties of language in Southern Pacific, the independence state in that area make a special policy that deciding to use English and France as a formal and national languages.
In Polynesia, which is has a wide triangle form of area including Tuvalu, West Samoa, Cook Archipelago, Niue, and Tokelau. The rest are an colony area of France and US such as East Samoa, Wallis and Futuna, and France Polynesia. According to Zulkifli Hamid, in his book titled Sistem Politik Pasifik Selatan, Fiji is an exception. Peoples in Fiji are have the similarities in physical appearance with Melanesians but in cultural appearance they have the common similarities of the rest Polynesian. It caused of the position of Fiji that located in the cross cultural area between Melanesia and Polynesia since over a century ago.[6]
Out of Fiji’s cultural exception, as a whole, according to 1991 census, the number of people in Polynesia is only about 578.113 inhabitant which is outspread in the area of West Samoa, French Polynesia, Tonga, Cook, Niue, Tokelau and Wallis and Futuna. The major number that settled in Polynesia are native Polynesian. Only a few number of immigrant from Europe, and Asia especially China who settled there, most of them only tradesmen that invested their money for cultivated some copra, and the other farming and administrative staff from France who take a place in French Polynesian government. This is also happened in the Melanesia and Micronesia.
If Polynesia has the widest water territory in Southern Pacific, Melanesia is an opposite. Melanesia or sometimes also called “Black Island”, is the largest land territory in Southern Pacific. This area, as well as in Polynesia and Micronesia, has some political unit such as Papua New Guinea (PNG) is the largest area in the Melanesia, Solomon archipelago, Vanuatu and New Caledonia. Demographically, the movement of the population in Southern Pacific as a whole and Melanesia especially, is fast. Involving a few number of population immigrant from different nation in over a thousand years. The different origin of the population in Melanesia can be seen as a fact that over 5 million people in Melanesia speak in over a thousand language include Irian Jaya. As in his book, Zulkifli Hamid stated that almost every language in this world is also exist in Melanesia. Melanesia also has a large number of populations. It is about 5.346.205 inhabitant that counted in 1991. Most of them live in PNG and the rest are in Fiji, Vanuatu, Solomon and New Caledonia.[7] It is also supported by its high fertility rate, and high birth expectancy. It is the highest rate in Southern Pacific. In Solomon archipelago, the birth rate could achieve 3.5% per year and in Vanuatu 3.1% per year.[8]
Beside of their varieties of culture, Southern Pacific region, as a whole, has a high rate of Gross Domestic Product, for example in French Polynesia, the GDP per capita is reaching US$18.000, in FSM US$2.200 per capita, and in Solomon it’s about US$ 2.600.[9] In order to make sure the correctness of that number, let me explain about what the main income of those island. According to CIA world fact book, the major income is coming from farming and fishery sector. In Solomon for example, the agriculture like cocoa beans, coconut, potatoes, palm kernels and tuna is donating for about 75% of the income. In French Polynesia is rather different, agricultural is only donating about 13% of income while the rest is fulfilled by tourism services. This is the same with Tonga which is only a half of its national income come from agricultural like coconut and bananas while the rest is very depend on tourism sector. In Fiji, sugar is the biggest source of its national income. Almost a third of its national income is coming from sugar export, while tourism is the second sources that about 250.000 tourists come to Fiji every year[10]. In contrast to its large number of GDP, Southern Pacific is very depending economically with foreign aids. They need the aids to build up hotels, beach resorts, and transportation. Others, need the aids to help out to fulfilled their domestic demand. Even though it has a wide fertile soil, it still doesn’t enough. The industrial aspect is very weak.
So that, even though they looks rich enough because of their fertile soil, the commonwealth of this territory still in high depend on foreign aid. They export a lot of agricultural product, but they can’t fulfill their domestic demand. They also don’t have enough technology to build up their territory besides of agricultural aspects, they have a large number of beaches and other tourism resort so that they have to build a new hotel and transportation. How could a state which couldn’t fulfill their own demand, build up a high class of tourism resort and industrial aspect unless from getting an aid from other outside country? Besides, I think that their government must keep try hard to increase in every aspect of the island so that will also increase the famous of Southern Pacific in every side of the world.


References
Hamid, Zulkifli.1996. Sistem Politik Pasifik Selatan. Pustaka Jaya : Jakarta.
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook.html Accessed in Sept. 26, 2010.
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/1839.htm Accessed in September 26, 2010.

[1] From the total wide of Pacific Ocean 155.557 million sq km (www.cia.gov)
[2] Oceania is took a place in western side out of Asia, Eastern America and Northeast side of Australia.
[3] Not only caused by winds resultant but also there is a planetary air pressure system that makes an uniformity climate in the south and east pacific(www.cia.gov)
[4]On May 10, 1979, four of the Trust Territory districts ratified a new constitution to become the Federated States of Micronesia. The neighboring trust districts of Palau, the Marshall Islands, and the Northern Mariana Islands chose not to participate. The FSM signed a Compact of Free Association with the United States in 1986. An Amended Compact entered into force in June 2004.
[5] From Population Census 1991 in Zulkifli Hamid, Sistem Politik Pasifik Selatan, hlm 20-21.1996.
[6] From Zulkifli hamid, Sistem Politik Pasifik Selatan, hlm 15. 1996.
[7] According to 1991 census, population in PNG in about 3.913.186 inhabitants, Fiji 744.026 inhabitants, Solomon 347.115 inhabitants, New Caledonia 171.559 inhabitants and Vanuatu 170.319 inhabitants.
[8] The other one is Marshall archipelago in Micronesia which is achieve 3.9% per year.
[9] The data is taken from CIA census in between 2003-2010.
[10] From Zulkifli Hamid, Sistem Politik Pasifik Selatan. Hlm,28-29. 1996.

Kamis, 23 September 2010

Review Article “The Anarchic Structure of World Politics by Kenneth N.Waltz”

This review will explain a little about how the anarchic structure in world politics according to what Kenneth Waltz wrote in his book titled Theory of International Politics. In this chapter, Waltz explains how that system theory of international politics can be understood. As in his book, International politics can be understood first by defining the structure of the system. Waltz offers three terms to define the structure, first of all, the structure must define by its principle how the structure is organized or ordered, and then by the function and differentiation of its every units and their capabilities distribution.
In case of anarchy system where there is an absence of central authority, as in his book, Waltz tried to make an analogy of an international system with micro-economic theory. Anarchy is an principle order of inte$rnational system. Waltz argued that the system itself emerged from “coactions of self-help units”[1]. In a micro theory, the motivation of each actor is commonly assumed than described and always seek a way to make sure their own survival. Even though in the last there are varieties of aim, but surely in the world where is no security guaranteed, survival is the most prerequisite foundation over others.
As all we know that International system is decentralized and hierarchic. In case of that, The international politics is very contrast with domestic politics. In international politics as Waltz said is a “politics in the absence of government” means that there are not only government who has a specific role but also international organization that do exist and always increasing their number in every year while domestic political structures have governmental institution and offices as their concrete counterparts[2].
In the system of international politics, the structure is formed by the coactions of the units. The unit itself is a state. The state live, prosperity, or even ruin it very depend in their own efforts. So that it means the principle structure which is maintained and formed is a self-help action that always exist and appear in each unit of the system. So now, how the structure is generated in international politics? For answering this question, let’s back to what Waltz said about anarchic system. As in his book, he mentioned that as long as there is an anarchic, there is no need to define about what is the structure of international politic because the state is still remains as a unit. Here we have to underline that state is still a units. It means, state is a unit that has an autonomous political responsibility[3] with the similar task with the other non-state actor. But even so, while there are others non-state actor, Waltz still argued that, in neorealist way, states still the most powerful and important actors in world politics so they have to set the rule and influenced in the international system.
The last term is a distribution of capabilities. Here scholars may make a difference between international politics system by counting the numbers of great power. The structure of a system changes with changes in the distribution of capabilities across a system's units.[4] This may seem to violate the concept that structure must be defined independently of the parts of units. The key result from this approach is a "positional picture" that describes a system "in terms of the placement of units rather than in terms of their qualities"[5].
From the review above, may I take some notes that in his book, Waltz try to give an explanation about how important is the structure of international politics itself. His thinking is basically influenced by neorealist concept and economic positivist. It is shown when he tried to give an analogy by taking the microeconomics theory. Waltz argues that microeconomic thinking should explain how states will act. States in the international system are like firms in a domestic economy. Every state has the same fundamental interest: to survive. Even if it wants to do other things, it can't do them unless it survives. Other is, I agree with how the structure of system changes when the distribution of the units capability are also changes. In other words, there is a change in international system when there are great powers that rise and fall. So that the balance of power will shifting. This is factually happen and can be explain in further when we study the history of cold war.
[1] From Kenneth N. Waltz, Anarchic Structure of World Politics in International Politics : Endwing Concept and Contemporary Issue, pp 32-33. 2009.
[2] From Kenneth N. Waltz, Anarchic Structure of World Politics in International Politics : Endwing Concept and Contemporary Issue, pp 32-33. 2009.
[3] Mentioned as “autonomous political units” in “Theory of International Politics” by Kenneth Waltz,pp.95
[4] From Kenneth N. Waltz, Anarchic Structure of World Politics in International Politics : Endwing Concept and Contemporary Issue, pp 38. 2009
[5] From Kenneth N. Waltz, Anarchic Structure of World Politics in International Politics : Endwing Concept and Contemporary Issue, pp 39. 2009