Greetings

LET'S GET CRAZY WITH THIS BLOG



Minggu, 31 Oktober 2010

Pasar Uang dan Regulasi dalam Finansial Global
Pada paper kali ini penulis akan mencoba memberikan sedikit penjelasan singkat tentang sistem keuangan internasional dan bisnis internasional. Untuk membuat tulisan ini lebih komprehensif maka penulis akan berpedoman pada beberapa pertanyaan dasar yaitu apa itu pasar uang, bagaimana pasar tersebut bekerja, apa pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap para pelaku bisnis dan yang terakhir sejauhmana regulasi diperlukan di dalam globalisasi finansial. Tulisan ini akan menjawab ringkas pertanyaan-pertanyaan diatas yang dilengkapi dengan pendapat para ahli serta penulis secara individu.
Pertama, pasar uang atau money market merupakan pasar dengan instrument finanisal jangka pendek yang umumnya diperjualbelikan dengan kualitas dan harga yang tinggi. Jangka waktu instrument pasar uang biasanya jatuh tempo dalam waktu sekitar satu tahun. Pasar uang juga sering dikenal sebagai pasar kredit jangka pendek. Dalam hal mekanismenya pasar uang berbeda dengan pasar modal yang biasanya aktifitas pertukaran dilakukan dengan melalui bursa. Pasar uang bersifat abstrak artinya tidak terikat pada lokasi atau tidak membutuhkan tempat khusus dan transaksi dalam pasar uang dilakukan secara OTC (Over the Counter Market) dan dilakukan oleh setiap peserta pasar uang melalui dealing room tiap peserta
Pasar uang sangat erat kaitannya dengan nilai tukar mata uang dan nilai tukar mata uang atau biasa disebut kurs dalam pandangan penulis adalah satu hal yang bersifat sangat dinamis karena fluktuasinya yang tiada henti. Dalam kajian bisnis internasional tentunya seorang pebisnis wajib memahami fluktuasi ini dan bagaimana cara mengondisikannya. Fluktuasi nilai tukar sangatlah dipengaruhi oleh banyak hal untuk itu pebisnis perlu memahaminya dengan baik. Fluktuasi nilai tukar ini juga berpotensi untuk menghadirkan resiko. Sebagai contoh jika perusahaan AS melakukan ekspor ke Jepang, umumnya AS ingin dibayar dengan dolar namun apabila pada kesepakatannya perusahaan AS ini mau dibayar menggunaan Yen maka perusahaan AS harus menanggung resiko apabila nilai Yen turun terhadap dolar karena dengan demikian Yen hanya mampu membeli sedikit dolar ketika pembayaran diterima daripada ketika barang dikirimkan. Dalam hal ini tentu perusahaan AS mengalami kerugian namun disisi lain jika akhirnya pembayaran disetujui dengan dolar maka perusahaan Jepanglah yangharus menanggung resiko fluktuasinya. Untuk menanggulangi hal ini maka pelaku bisnis wajib memahami kondisi-kondisi yang bersifat fundamental yang dapat mempengaruhi fluktuasi mata uang seperti besaran campur tangan pemerintah, tingkat kesejahteraan dan keamanan negara serta adanya peristiwa-peristiwa tertentu yang sekiranya dapat mempengaruhi munculnya krisis ekonomi[1].
Jika penjelasan diatas disambungkan pada pertanyaan pokok ketiga maka penjelasan akan menghasilkan satu peryataan bahwa regulasi itu perlu dalam iklim financial global seperti saat ini. Peredaran modal yang terjadi akibat adanya globalisasi kapitalisme akhir-akhir ini sangat perlu untuk dilakukan kontrol dan regulasi. Hal ini sejalan dengan pemikiran Philipe Legrain yang mengatakan bahwa investor adalah spekulan yang mana hanya berorientasi pada profit semaksimal mungkin tanpa mempelajari aspek krisis yang mungkin terjadi seperti halnya inflasi dan gelembung ekonomi (Buble). Disini peran negara amat penting sebagai variable control terhadap pasar untuk mencegah kejatuhan pasar. Namun ironisnya tidak semua negara dapat melakukan ini dengan baik terutama jika negara tersebut miskin atau merupakan negara berkembang. Probabilitas kegagalan dalam kontrol besar terjadi dan pada akhirnya rakyat yang menjadi korban. Untuk mencegah hal ini maka pemerintah perlu untuk mejalin negosiasi dengan para investor dalam membuat aturan-aturan dalam berinvestasi di dalam wilayah negaranya.
Pada era finansial globalisasi ini modal menjadi satu benda yang layak diperjualbelikan dan hal ini tidak selamanya menguntungkan bagi para pelaku ekonomi mengapa demikian? Ini diakibatkan adanya resiko inflasi dan krisis finansial yang terjadi namun sebaliknya jual beli kapital akan sangat menguntungkan jika kondisi ekonomi, politik dan keamanan terjamin. Kerugian besar akan perdagangan kapital ini dapat ditelaah dari krisis ekonomi Asia tahun 1997 lalu. Disini terlihat saat perekonomian sedang sulit, para investor yang panik akan berebut menarik sahamnya dan kemudian meng-uang-kannya. Disinilah letak kesalahannya. Uang dalam jual beli saham dan modal bersifar imajiner artinya uang tidak benar-benar nyata dan ketika saham akan ditukar dengan uang saat negara sedang krisis maka yang akan terjadi adalah uang yang tidak imajiner tidak akan mencukupi untuk menukar saham dan modal tersebut akibatnya inflasi terjadi dan nilai tukar akan anjlok. Inilah sebab kenapa investor dianggap sebagai seorang yang spekulatif (spekulan).
Sejak sistem keuangan dirubah menjadi floating exchange rate. Begitu sering terjadi krisis finansial. Sebelumnya pun akibat adanya spekulasi investor seperti dijelaskan diatas krisis serupa terjadi yang dikenal sebagai Great Depresion. Hingga saat ini pun seolah para investor tidak memetik pelajaran dari sejarah. Krisis terus berulang dan yang terbaru puncaknya ada pada tahun 1997 dan 2008 yang disebabkan oleh kebijakan hutang yang kurang transparan serta adanya pengaliran modal yang tidak terkontrol. Senada dengan yang disebutkan Michael Camdessus ‘Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi’. Disini maka dapat dipastikan bahwa ketidak-terkontrolnya globalisasi finansial akan berpengaruh luas pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat dan parahnya hal ini juga memungkinkan untuk dapat menyebar ke wilayah lain diluar negara. Hal ini terbukti disaat krisis 1997 dimana Bath turun tajam sehingga negara-negara Asia terutama Asia Tenggara yang sangat bergantung pada ekspor panik. Saham-saham yang dipasarkan dibursa saham banyak mengalami penurunan drastis hingga ditutup sementara. Negara yang bergantung pada Thailand atau yang telah berinvestasi di Thailand menarik semua sahamnya sehingga nilai investasi melemah. Upaya-upaya pun dilakukan seperti paket paket penyelamatan oleh IMF 16 milyar dolar AS, bantuan tunai, dan sebagainya. Namun menurut saya sekali lagi pelaku bisnis seolah tidak mampu belajar dari sejarah kelam ekonomi dunia. Adanya spekulasi yang menyebabkan depresi besar di AS pada tahun 1930an tidak dimaknai hikmahnya. Uang sebagai komoditas riil yang semestinya digunakan untuk jual beli sekarang diperdagangkan sebagai saham dan modal sehingga hal ini bertentangan dengan prinsip ekonomi liberal dimana pelaku ekonomi itu rasional. Dengan hal ini penulis mengatakan tidak rasional lagi karena uang yang ada di pasar modal itu bersifat imajiner dan hanya klaim hitam diatas putih (oleh lembar-lembar saham dan surat permodalan) dan pada akhirnya krisislah yang terjadi dan meskipun ada regulasi dari pemerintah tapi tetap tidak menjamin optimal volatilitas akan terkontrol.

Referensi:

Hadar, Ivan.nd. Jalan Ketiga Bukan Sekedar Jalan Tengah. Diakses dari www.unisosdem.com
John.J.Wild, Kenneth L. Wild and Jerry C.Y.Han.2008. International Business: The Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Kaufman, GG., Krueger, TH., Hunter, WC. 1999. The Asian Financial Crisis: Origins, Implications and Solutions. Springer. ISBN 0-7923-8472-5
Legrain, Phillipe.nd.Financial Failings: Why Global Money Should Be Caged.sl




[1] John J. Wild, Kenneth L. Wild dan Jerry C.Y.Han dalam International Business: The Challenges of Globalization. Chapter 10: The Determination of Exchange Rates.2008
Membangun Kerangka Teoretis
Di dalam setiap penelitian, teori merupakan salah satu bagian yang terpenting khususnya pada penelitian yang berparadigma positivistic atau biasa disebut penelitian kuantitatif. Kerangka teoretis ini berguna dan sangat berperan terhadap proses penelitian sebagai salah satu elemen yang menjelaskan secara empiris setiap permasalahan yang difokuskan atau dipilih untuk kemudian dilakukan penelitian terhadapnya. Kerangka teoretis dalam hal ini menjelaskan fenomena empiris permasalahan yang ada dari fakta-fakta yang di dapat dengan menggunakan teori yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Sehingga tentunya dalam memilih teori yang akan digunakan harus benar-benar dicermati bagaimana teori tersebut memiliki signifikansi terhadap permasalahan yang diambil.
Dalam dua paradigma yang berbeda yang ada dalam penelitian yaitu paradigm positivistik dan post-positivis, tentunya kebutuhan akan peran teori pun berbeda. Dalam paradigm positivis atau sering juga dikenal sebagai prosedur kuantitatif peran teori adalah sangat diutamakan. Ini disebabkan teori dalam hal ini adalah kunci utama keilmiahan dan objektifitas dalam penelitian. Penelitian kuantitatif sangat membutuhkan teori yang jelas, focus, dan spesifik. Seluruh proses pengumpulan data serta analisis terhadap data tersebut semuanya berdasarkan teori. Seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger bahwa teori merupakan satu set atau kumpulan preposisi logis yang menjelaskan hubungan antara variable dengan tujuan memberikan ekspalanasi logis suatu kenyataan empiris atau hubungan dari beberapa fenomena untuk menjelaskan atau bisa jadi memberikan prediksi terhadap gejala yang terjadi.
Untuk memahami tentang apa yang disebut teori, penulis mencoba menghadirkan beberapa karakteristik dari teori itu sendiri. Disini penulis memiliki patokan karakteristik teori sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Creswell yaitu pertama teori haruslah berisikan konsep dan variabel. Kedua, konsep dan variabel yang terdapat di dalam teori haruslah berupa satu pernyataan umum atau preposisi. Dalam hal ini biasanya teori adalah satu pernyataan sebab akibat seperti jika…maka..atau makin…semakin….[1]. Homans (1950) memberikan contoh akan hal ini seperti semakin tinggi derajat frekuensi interaksi antara dua orang, semakin tinggi pula derajat saling menyukai diantara mereka. Ketiga, sebuah teori harus secara sistematis menunjukkan bentuk pola, sifat dan arah serta bentuk hubungan antarvariabel. Yang terakhir teori haruslah mampu dan memang bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena tertentu. Jadi dari sini tampak bahwa teori tidaklah bersifat universal karena teori hanyalah kacamata yang menurut penulis subjektif untuk menelaah satu fenomena tertentu. Namun disisi lain teori tetap penting untuk membantu proses berpikir atau memberikan kerangka pemikiran bagi penelitian yang kemudian dari teori ini akan dikonstruksi hipotesis-hipotesis yang akan diuji validasinya sehingga teori akan membantu mendudukkan permasalahan penelitian secara nalar dan runtut.
Dalam hal lain, teori ini mampu untuk digunakan sebagai alat untuk kemudian mengkonstruksi fakta dan ide yang telah diperoleh dari penelitian baik itu penelitian yang sedang atau telah dilakukan sehingga analisanya menjadi lebih tajam dan dalam. Disini maka akan dijelaskan bagaimana hubungan dari setiap fenomena dan fakta yang ada dengan teori dan ide yang telah dipilih. Teori yang ditulis untuk menjelaskan gejala dan hubungan antar-fenomena inilah yang disebut sebagai kerangka teoretis. Paling tidak hal ini sama dengan yang dideskripsikan oleh Hussey dan Hussey yaitu “…..a collection of theories and models from the literature which underpins a positivistic research study……a fundamental part of this type of research (positivistic research) as it explains the research questions or hypothesis”. Sehingga sekali lagi dapat dikatakan bahwa kerangka teoretis secara umum menjelaskan hubungan variabel berdasarkan teori yang ada sehingga peneliti dapat lebih mudah dalam menyusun hipotesis beserta pengujiannya
Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa ada dua jenis penelitian yang tentunya teori berperan berbeda di setiap jenis penelitian. Untuk penelitian yang menginginkan adanya konfirmasi atau ingin membuktikan kebenaran teori maka teori akan menghasilkan hipotesis dan hipotesis ini sendiri merupakan satu atau beberapa kesimpulan logis yang di dapat dari fakta secara empiris yang kemudian akan diuji validitasnya.[2]Ini seringkali berlaku untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam meski tidak menutup kemungkinan ilmu sosial juga sering menggunakannya dengan metode yang sedikit berbeda. Namun sebaliknya, untuk penelitian yang tujuan akhirnya ingin membangun atau membentuk teori baru maka teori bukanlah pedoman yang kemudian membentuk hipotesis yang akan diuji melainkan dalam hal ini teori hanya merupakan hasil akhir dengan hipotesis yang juga telah diuji dan bersifat konsisten dari waktu ke waktu hingga ada teori lain yang muncul dan menggugurkan asumsi teori yang lama ini.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, berbicara teori dan kerangka teoretis tidak bisa lepas dari apa itu hipotesis dan variabel. Hipotesis secara umum adalah suatu kesimpulan awal yang diperoleh dari data dan fakta yang nanti akan diuji. Hipotesis didapatkan melalui tahapan kerangka teoretis dan karena pada akhirnya hipotesis ini akan diuji validitasnya maka tentunya disini peran varibel akan sangat berpengaruh. Terdapat dua variabel utama dalam penelitian yang nantinya akan berpengaruh pada pengujian teori dan hipotesis. Variabel dependen sebagai variabel yang dipengaruhi dan variabel independen sebagai variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel dependen seringkali dikenal sebagai variabel terikat dan presumed effect variable karena merupakan akibat dari adanya variabel independen yang juga disebut sebagai variabel bebas dan presumed cause variable karena merupakan sebab dari munculnya variabel dependen.[3]
Di dalam kerangka teoretis haruslah menjelaskan hubungan antar-variabel yang ada dan hubungan langsung antara variabel tersebut (dependen-independen) seringkali menerima pengaruh dari beberapa variabel lainnya. Variabel yang sering mempengaruhi hubungan antar variabel dependen dan independen secara umum ada dua yaitu variabel moderat serta variabel intervening. Variabel moderat adalah variabel yang sengaja dipilih oleh pihak peneliti yang kemudian untuk menentukan apakah kehadirannya dapat berpengaruh terhadap hubungan antar variabel dependen dan independen. Variabel moderat adalah variabel yang faktornya dapat diukur dan dimanipulasi peneliti untuk mengetahui apakah dengan keberadaannya dapat mengubah atau tidak hubungan antar variabel.[4]Sedangkan variabel intervening adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antarvariabel atau berada ditengah antara variabel dependen dan independen sehingga variabel independen tidak dapat mempengaruhi variabel dependen secara langsung.
Referensi
Kerlinger, Fred.N.1973.Foundation of Behavioral Research 2nd ed. New York: New York University
Silalahi, Ulber.2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.
[1] Homans (1950) dalam Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. 2006.hlm.97
[2] Dari Kinney (1996),Fakta dalam hal ini merupakan keadaan atau kejadian yang dapat diamati atau biasa disebut sebagai fenomena
[3] Variabel independen juga dapat disebut sebagai variabel yang mendahului (antecendent variable) dan variabel dependen sebagai variabel konsekuensi (consequent variable).
[4] Variable moderat (contingency variable)mampu mempengaruhi baik itu memperkuat ataupun memperlemah hubungan antara variabel dependen dan independen sehingga jelas adanya bahwa variabel modarat ini dapat mempengaruhi sifat dari hubungan antar variabel dan secara tidak langsung dapat menentukan apakah hubungan antar variabel tersebut positif ataukah negatif.
Identifikasi Peran dan Tujuan Teori Serta Cara Membangun Kerangka Teoretis Dalam Penelitian
By: Qisthi Aulia Fida

Peran dan Tujuan Teori dalam Penelitian
Ada dua jenis metodologi dan metode yang umumnya digunakan pada setiap penelitian yaitu kuantitatif serta kualitatif. Kedua jenis metodologi ini memiliki signifikansi berbeda terhadap penggunaan teori di dalamnya. Pada penelitian kuantitatif kedudukan teori dalam penelitian kuantitatif sangatlah penting. Hal ini dikarenakan dari teori tersebut instrumen penelitian ditentukan. Alur penjelasan dalam penelitian kuantitatif berbentuk deduktif, yaitu suatu alur berpikir yang mengawali penjelasannya dengan penjelasanpenjelasan yang bersifat umum dan mengakhiri penjelasan-penjelasan yang bersifat khusus.
Karakteristik teori menurut Creswell (1994) adalah teori berisikan konsep atau konstruk dan variabel yang dinyatakan dalam satu bentuk pernyataan hubungan yang secara umum dikenal sebagai proposisi secara sistematis menunjukkan pola, sifat, arah, dan bentuk hubungan antarkonsep atau variabel dan bertujuan menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena sosial tertentu. Oleh karenanya dapat disimpulkan peran teori adalah memberi kerangka pemikiran bagi pelaksanaan penelitian, membantu peneliti dalam mengkonstruksi hipotesis penelitian, dapat dipergunakan sebagai dasar atau landasan dalam menjelaskan dan memaknai data atau fakta yang telah dikumpulkan, dan dalam hubungannya dengan perumusan masalah penelitian. Suatu pernyataan dikatakan sebagai teori bila di dalamnya terdapat serangkaian proposisi antara konsep-konsep yang saling berhubungan, yang menjelaskan secara sistematis suatu fenomena sosial mengenai hubungan di antara konsep yang ada dan menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya serta bagaimana bentuk hubungannya. Komponen dari teori adalah konsep-konsep, variabel-variabel, dan proposisi-proposisi. Setiap gejala sosial yang dijelaskan dengan suatu teori akan menjelaskan pula tingkat analisis dari gejala sosial yang dimaksud.
Fungsi teori sendiri dalam suatu penelitian kuantitatif adalah untuk merumuskan pertanyaan penelitian, mengidentifikasi konsep-konsep dan merumuskannya ke dalam bentuk variabel-variabel, merumuskan hipotesis, dan menetapkan unit analisis. Berbeda halnya dengan penelitian kualitatif. Pada penelitian jenis ini teori berperan sebagai pelengkap dari data. Dalam hal ini teori akan memperkuat analisis penelitian kita namun teori sendiri bukanlah satu-satunya alat analisis atau pelengkap data. Bisa saja data di dapat dari beberapa literatur tanpa menggunakan teori. Selain itupada kualitatif logika induktif yang digunakan sehingga pada akhirnya akan berujung pada pengembangan dan penempatan penciptaan teori[1]. Jadi di dalam pnelitian kualitatif teori adalah tujuan akhir dari penelitian dan bukan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian serta teori menjadi salah satu data yang bisa digunakan untuk melihat sebuah kejadian dari satu perspektif. Karena itu mengumpulkan semua informasi dalam kualitatif sangatllah penting karena informasi tersebut dapat menambah ketajaman analisa serta dapat digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan hasil penelitian.
Membangun Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis merupakan dasar dari keseluruhan proyek penelitian. Di dalamnya dikembangkan, diuraikan dan dielaborasi hubungan-hubungan di antara variabel-variabel yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara. Observasi, dan juga studi literatur. Menurut Uma Sekaran (1984), yang dimaksud dengan kerangka kerja teoritis adalah model konseptual yang menggambarkan hubungan di antara berbagai macam faktor yang telah diidentifikasikan sebagai sesuatu hal yang penting bagi suatu masalah.[2]. Dengan kata lain, kerangka kerja teoritis membahas keterhubungan antar variabel yang dianggap terintegrasikan dalam dinamika situasi yang akan diteliti. Melalui pengembangan kerangka kerja konseptual, memungkinkan kita untuk menguji beberapa hubungan antar variabel, sehingga kita dapat mempunyai pemahaman yang komprehensif atas masalah yang sedang kita teliti.
Kerangka kerja teoritis yang baik, mengidentifikasikan dan menyebutkan variabel-variabel penting yang terkait dengan masalah penelitian. Secara logis menguraikan keterhubungan di antara variabel tersebut. Hubungan antara variabel independen dengan dependen, dan kalau ada, variabel moderator dan juga intervening akan dimunculkan. Hubungan tersebut tidak hanya digambarkan, melainkan juga diterangkan secara rinci.
Ada lima komponen dasar yang seharusnya ditampakan dalam kerangka kerja teoritis.
Variabel-variabel yang dianggap relevan untuk diteliti harus diidentifikasi secara jelas dan diberi label.
Harus ada penjelasan tentang bagaimana hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Harus juga ada penjelasan apakah hubungan antar variable tersebut positif atau negatif.
Harus disertakan diagram sebagai visualisasi, agar pembaca lebih mempunyai gambaran.

Kerangka teoretis menjadi satu bagian yang paling penting di dalam penelitian khususnya dalam penelitian kuantitatif disebabkan oleh adanya asas positivistik yang mengharuskan untuk menggunakan teori dalam melakukan penelitian, pendataan dan juga analisis pemecahan masalahnya dan teori yang digunakan haruslah relevan dengan konteks dan isi penelitian. Selain itu memang pada dasarnya pada pola pemikiran deduktif seluruh prosedur penelitian memang berpedoman terhadap teori sehingga teori harus mampu menjelaskan secara logis kesaling-terhubungan dua atau lebih konsep (variabel) untuk tujuan menjelaskan suatu fenomena atau hubungan antara satu fenomena tertentu untuk menjelaskan atau bahkan memprediksi gejala-gejala tersebut[3].
Sekali lagi bahwa kerangka teori merupakan alat yang digunakan untuk menjelaskan teori yag ditulis dengan hubungan antara gejala atau masalah yang menjadi fokus penelitian. Dari kerangka teori ini kemudian dihasilkan hipotesis dan variabel-variabel. Hipotesis yang dibentuk secara logis dari fakta dan teori yang ada akan diuji kebenarannya. Pada dasarnya melalui tahap kerangka teoritis, hipotesis dikembangkan untuk menguji apakah teori yang diformulasi valid atau tidak. Dalam proses inilah peran varibel mulai muncul dan digunakan.
Pada dasarnya terdapat dua jenis variabel yaitu dependen, dan independen. Variabel dependen adalah varibel yang dipengaruhi oleh variabel independen dan variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen[4]. Namun pada setiap penelitian yang menggunakan variabel sebagai penjelas fakta seringkali menemukan adanya variabel lain yang mempengaruhi hubungan antar variabel independen dan dependen yang saringkali dikenal sebagao variabel moderat dan variabel intervening. Variabel moderat mampu mempengaruhi hubungan antara variabel dependen dan independen. Variabel moderating merupakan tipe variabel yang mempunyai pengaruh terhadap sifat atau arah hubungan antar variabel. Sifat hubungan yang positif dan negatif dalam hbungan antarvariabel inilah yang bergantung pada variabel moderat. Sedangkan variabel intervening terletak diantara variabel dependen dan independen sehingga dengan adanya variabel ini maka variabel dependen tidak dapat secara langsung dipengaruhi oleh variabel independennya.

Referensi
Sekaran, Uma. 1984.Research Methods for Business: A Skill Building Approach, Second Edition. Singapura: John Willey and Sons,Inc.
Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.
http://www.analytictech.com/mb313/elements.htm



[1] Uber Silalahi dalam Metode Penelitian Sosial. hlm 70-71.2006
[2] Uma Seakaran, Research Methods for Business, A Skill Building Approach, Second Edition, 1984.
[3] Kerlinger(1994) di dalam Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. 2006.
[4] Variabel dependen seringkali dikenal sebagai variabel terikat dan presumed effect variable karena merupakan akibat dari adanya variabel independen yang juga disebut sebagai variabel bebas dan presumed cause variable karena merupakan sebab dari munculnya variabel dependen. Selain itu Variabel independen juga dapat disebut sebagai variabel yang mendahului (antecendent variable) dan variabel dependen sebagai variabel konsekuensi (consequent variable).
Reconstructing The Definition of Security : Narrowing and Broadening Security

Security as we know in the general understanding means the secure condition in certain area. In the traditional understanding, when we talk about security, in the scope of state is a primarily military domain. In some condition, I might say that is true. But here when the deeper examination is being done. Study from the main security events that happened in the past we will realize that those narrow general definition is not wholly true. The examination from some events may say that the explanation of security requires a wider and deeper notion. Not as simple as it is
There is no neutral place stand to explain the definition of the concept of security without believing in certain theories. It means that without the theories, security will be hard to define or even redefine. In theory of realist (so do in neo-realist) security means when there is state could against the threat and survival. The state need a self-reliance, even war to protect their security. In liberal view, security is a condition of peace and cooperation not war. Even though those view a different in explaining the definition of security, to maintain the security is never being apart with rational choice theory which is the approach is based on the behavioral aspects of actor that assumed rational.
As what Barry Buzan said that security is a essential concept and could be threatening in all state elements such as nationalism, population, and political systems. In the different side, Weaver try to construct the definition of security as a term that socially constructed. Security is defined when there is a set of notion or basic assumption in viewing interest, enemies and possible scenarios. It is means that security is an abstract concept and very subjective. In realist view security could be define as “war for peace” but when there’s a war security means how to stop the war or “preventing other war”. So it is seen just like security will have a meaning when there’s at least an enemy. But how if there’s no enemy? Maybe the term security will never exist.
Security as in traditional view is very depended on the existence of enemy. But here I say the definition of enemy itself has been widening over time. We could say nuclear, colonialization, or Nazi as enemy in the past time but nowadays, in the globalization era, enemy not only nuclear or other nation. As what Jessica Tuchman argued that the concept of security nowadays adapted in global environment, resources, national and demographic issues . So that here we see the definition of security is broadening and need to be redefining. At the moment, security had related to human wealth and welfare, social life, and social stability even we often see that the term of security use to describe the cultural and religion stability. Those new definition will reconstruct the state aspects itself. They will influence in how state making their policy about the economic, social or even political condition. In certain area with certain condition, security also can be achieved from the military coordination by sharing technology. It happen in Japan who signed the agreement with US to have military cooperation.
In last, here I would say that security is something that can be constructed and being constructed by the social condition. It is because insecurity is not as simple as it is a given condition of international system. To determine this condition we have to examine the substantive issues and rethinking the political condition. After that we can begin to reconceptualize the definition of security itself. Here means that the secure condition can not only define as the absence of war or conflict or even the condition that happen when there is cooperation and coordination. The meaning of security will always broadening in over time so that rethinking about the issues and condition is very important before defining what security is. Even though it still theoretical-based, it will always develop. Now security means very complex include the stability of military, social, politic, cultural or economic aspect but it will always be abstract and creates by the fear of state.

Reference :
Booth, Ken. 2005. “Critical Security Studies and World Politics. Lynne Rienner Pub: London.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Konstruksi Singkat Pentingnya Organisasi Internasional di dalam Politik Internasional


Eksistensi dan peran dari organisasi internasional saat ini menjadi begitu penting dalam dunia internasional. Perannya menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir di kancah hubungan internasional. Secara nyata fenomena terbentuknya organisasi internasional selalu mengacu pada konsep integrasi antar nation-state yang dalam hal ini berarti bahwa terorganisirnya mereka dibawah satu wadah dapat dimaknai sebagai perwujudan representasi dari tiap individu negara tersebut.
Disini penulis akan mencoba mengkonstruksi pentingnya keberadaan organisasi internasional di dalam politik dunia. Mengacu pada tulisan Alexander Wendt (1992) mengenai konstruktivisme dalam hubungan internasional yang beranggapan bahwa relasi antar negara tidak dapat direduksi menjadi tindakan yang rasional dan interaksi di dalam batas-batas material dimana negara berinteraksi hanya untuk survive (self-help) dan atau dibatasi oleh institusi-institusi tertentu baik itu bersifat nasional atau internasional. Dalam interaksinya, menurut konstruktivis, negara tidak dapat dipandang melakukan suatu interaksi sebagai satu kepentingan yang bersifat tetap melainkan lebih pada pola tingkah laku yang terbentuk dan dapat dibentuk oleh identitas negara tersebut dari waktu ke waktu. Sehingga kepentingan nasional merupakan turunan dari konsep identitas yang dengan konsep ini negara kemudian menentukkan sistem dan pola interaksi antar sesamanya.
Maka dengan demikian interaksi kerjasama antar negara melalui organisasi internasional pun sebenarnya ada bukan karena sifat manusia yang baik dan suka kerjasama yang membuatnya ada seperti apa yang diasumsikan oleh kaum liberal namun lebih kepada pola interaksi antar negara yang ingin melakukan kerjasamalah yang membuat organisasi internasional itu ada. Dalam hal ini berarti ketika satu negara menganggap dirinya ada dan terancam satu sama lain maka kerjasama internasional tidak akan pernah ada. Jika diungkapkan lebih filosofis maka suatu organisasi internasional itu ada karena negara-negara melakukan universalisasi norma. Tanpa adanya norma yang dipakai bersama maka mustahil negara dapat bekerjasama satu sama lain meskipun mereka tahu mana kawan dan mana lawan.
Memang nyata adanya bahwa kondisi internasional masih bersifat anarki hingga kini namun bukan berarti itu tidak dapat berubah. Fungsi dari organisasi internasional inilah yang secara perlahan mampu mereduksi hegemoni anarki dalam sistem internasional. Sebagai contoh adalah Palang Merah Internasional. Henry Dunant yang pada 1859 secara tidak langsung terlibat pada sebuah peperangan. Membuat hatinya tersentuh, korban-korban perang berjatuhan dan Dunant pun ingin memberikan pengobatan namun hal itu sulit dilakukan mengingat Dunant sebagai medis dadakan juga ikut jadi sasaran tembak tentara. Namun Dunant tetap bersikeras dan akhirnya dia membuat suatu gagasan yang bertajuk organisasi kemanusiaan internasional yang kemudian berkembang menjadi satu buah konferensi di Jenewa tahun 1949. Organisasi bentukan Dunant ini diikuti banyak negara dan LSM kemanusiaan diseluruh dunia. Disini dapat dilihat ternyata konstruksi anarki masih bisa dirubah dimana saat negara berperang dalam rangka self-help, ada kalanya unit negara masih memikirkan pentingnya bergabung dalam satu organisasi internasional.
Secara fungsional, baik itu organisasi atau institusi internasional memiliki kaidah konstitusi dan regulasi. Kaidah regulasi merupakan aturan dasar yang dikondisikan dengan merumuskan atau melarang suatu tindakan tertentu sedangkan kaidah konstitusi mendefinisikan satu tindakan dan memberi arti pada tindakan tersebut. Disini jelas bahwa dalam satu organisasi, konsep anarki mulai tereduksi. Tidak ada kekuasaan tertinggi diatas kedaulatan negara menjadi samar saat negara ikut ke dalam satu organisasi karena meskipun negara diijinkan untuk melakukan respon terhadap satu pergerakan menurut pengetahuannya tapi tetap harus dijalur regulasi dan konstitusi yang dirumuskan.
Lalu dimana letak arti penting organisasi internasional bagi kaum konstruktivis? Letak arti pentingnya berada saat aktor internasional melakukan universalisasi norma dan collective meaning dan disaat itulah mereka mengidentifikasi diri sebagai unit yang bekerja sama untuk satu tujuan tertentu. Dalam hal ini Wendt menyatakan sebagai satu bentuk perluasan identitas dari negara yang mengkonstruksi pemahaman terhadap “diri” sebagai individu menjadi “diri” sebagai sesama unit yang memberlakukan norma universal. Sebagai contoh dalam organisasi palang merah internasional (bisa jadi sama dengan organisasi lainnya) tidak lagi penting yang terlibat di dalamnya adalah negara atau non-negara, dari mana mereka berasal dan ideologi apa yang mereka bawa karena kenyataannya mereka menyatakan sebagai satu identitas yang menjalankan satu norma universal sebagai “manusia”. Dengan adanya perluasan identitas ini pada akhirnya masalah kemanusiaan dapat ditanggulangi. Sekali lagi anarki serta self help tereduksi. Namun akan menjadi tidak penting saat setiap unit tidak melakukan interaksi yang mengarah pada kerjasama dan universalitas norma meski dalam konstruktivisme sendiri norma sebenarnya tidak selalu bisa di universalisasikan karena norma merupakan elemen yang tidak bebas nilai.
Kesimpulannya, sesuatu itu ada bukan karena seharusnya ada namun lebih kepada akan atau pernah ada. Begitu pula dengan organisasi internasional. Menjadi penting saat keberadaannya akan diadakan demi mencapai tujuan tertentu dan sebaliknya saat tiap aktor tidak berkeinginan untuk membuatnya menjadi ada.

Referensi
Wendt, Alexander E., 1996, “The Agent-Structure Problem in InternationalRelations Theory”. Cambridge University Press.
Stean, Jill, dan Llyod Pettriford, 2001, “International Relations.Perspectives and Themes”. New York: Longman.
Onuf, Nicholas Greenwood, 1989, “World of Our Making: Rules and Rule inSocial Theory and International Relations”. Columbia: University of SouthCarolina Press.
http://id.shvoong.com/social-sciences/1941102-sejarah-palang-merah/